Mohon tunggu...
Rahma Hairunnisa Regita Putri
Rahma Hairunnisa Regita Putri Mohon Tunggu... Universitas Cendekia Mitra Indonesia

Saya, Rahma Hairunnisa Regita Putri, adalah seorang penulis dan pembisnis yang aktif menyoroti isu-isu pendidikan, ekonomi, dan politik. Saat ini, saya menulis untuk Bernas dan Kompasiana sebagai wadah berbagi gagasan serta analisis. Saya percaya bahwa tulisan dapat membuka wawasan, menginspirasi perubahan, dan menjadi alat refleksi bagi masyarakat. â € Saya berasal dari Universitas Citra Mandiri Indonesia (UNICIMI) dengan program studi Manajemen. Ketertarikan saya mencakup kepemimpinan strategis, kebijakan publik, serta tantangan ekonomi global. Selain itu, saya juga memiliki minat dalam riset dan pengembangan literasi, khususnya dalam mendorong generasi muda untuk lebih kritis dan inovatif dalam berpikir. Mari berdiskusi dan bertukar ide bersama!

Selanjutnya

Tutup

Politik

Budaya Kolektif Meneropong Politik Otoriter Kapitalis Mengobrak-abrik Isi Bumi

26 Maret 2025   19:12 Diperbarui: 26 Maret 2025   19:12 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber Foto: Dokumen Pribadi)

Oleh Bernardus Hudu Sandidiko Hati, Murid SMA Seminar Labuanbajo

Praktik imperialisme ekologi (baca: bumi) sedang menghantui negara-negara dunia ketiga yang memiliki Sumber Daya Alam cukup besar, seperti Indonesia. Praktik imperialisme ini ditandai dengan berlangsungnya perampasan sumber daya alam oleh kekuatan dominan seperti kapitalis dan oligarkis dari negeri-negeri kapitalis maju, seperti AS, China, dan beberapa negara di Eropa, terhadap negeri-negeri yang terkebelakang dan mengubah secara drastis keseluruhan ekosistem di mana negara dan bangsa-bangsa itu bergantung.

Praktik imperialisme ekologi ini dijalankan oleh perusahaan-perusahaan transnasional maupun nasional, agar dapat leluasa melakukan praktik eksploitasi terhadap Sumber Daya Alam, dan mereka berselingkuh dengan pemerintah lokal dan nasional.  Untuk kemudian turut mendikte aturan-aturan yang berlaku di negara atau daerah tersebut melalui bantuan kekuatan-kekuatan kapitalis global. Yang dilanjutkan melalui deal-deal politik tertentu dengan elit-elit politik untuk diberi jalan kemudahan dan keamanan di dalam menjalankan misi imperialisme ekologinya.

Di dalam konteks negara-negara dunia ketiga, pembangunan sebagai salah satu paradigma dan teori perubahan sosial pada dewasa ini telah mengalami kegagalan dan tengah berada pada masa krisis.  Kegagalan dan krisis tersebut terjadi akibat dari tidak pernah tercapainya fungsi dan tujuan dari pembangunan tersebut, yaitu untuk dapat menciptakan kesejahtraan, pemerataan dan keadilan. Sedangkan yang sering terjadi dari pembangunan tersebut malahan peningkatan kemiskinan, semakin melebarnya ketimpangan, ketidakmerataan dan kerusakan lingkungan.

Di Indonesia, kata "Pembangunan" seolah lebih dieratkan dengan sebuah rezim Orde Baru. Kata Pembangunan di dalam konteks Orba, sangat erat kaitannya dengan discourse development yang dikembangkan oleh Negara Kapitalis Barat. Sehingga pembangunan pada era Orde Baru merupakan bagian dari ideologi "Pertumbuhan", di mana poin pertumbuhan ekonomi digenjot setinggi mungkin, tetapi dengan harga kerusakan sumber daya alam, mengobrak abrik isi perut bumi dan kesenjangan sosial yang terus dibiarkan, hingga akhirnya justru berbalik menghancurkan hasil-hasil pertumbuhan itu sendiri. Dan model pembangunan tersebutlah, pada era pasca-reformasi di Indonesia masih tetap digunakan oleh para pemerintah daerah maupun pemeritah pusat.   Semuanya itu mengancam budaya kolektif masyarakat Indonesia yang begitu getol menghormati alam semesta ini.

Budaya kolektif artinya kepentingan bersama kelompok maupun organisasi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kolektif memiliki arti secara bersama; secara gabungan. Jadi budaya kolektif merupakan sebuah kelompok maupun organisasi yang bekerja sama demi mencapai tujuan bersama. Artinya bahwa, kelompok menekankan atau mempriotaskan kepentingannya sendiri dibandingkan kepentingan masyarakat umum guna untuk mencapai tujuan tertentu. Tindakan kolektif ini sudah menjadi budaya di antara masyarakat pada umumnya dan para pemerintah terkhususnya. Begitu banyak para pemerintah yang membentuk sebuah kelompok maupun organisasi demi kepentingan sendiri maupun tujuan tertentunya. Hal ini menjadi perbincangan hangat di ranah publik.  Banyak yang mengatakan bahwa budaya kolektif kini hadir sebagai salah satu problematika atau masalah bagi bangsa ini. Dengan pelaku utamanya ialah para pemerintah yang kerap disapa sebagai para kapitalis.

Tentu kata "kapitalis" ini sudah tidak asing lagi di telinga Masyarakat. Kata kapitalis, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ialah orang yang mempunyai kedudukan di dalam lembaga pemerintah atau di dalam organisasi politik yang menyalahgunakan kekuasaan dan kedudukan untuk memperkaya golongan atau diri sendiri; borjuis (golongan) orang bermodal dan bangsawan. Pengaruh kekuasaan kapitalis itu terlihat pada tindakan bersewenang -- wenang mengatur dan mengolah bangsa ini semau kehendak mereka saja. Terkhususnya pemerasan sumber daya alam bangsa ini, berupa isi perut bumi yang digunakan dan dikelola secara berlebihan tanpa ada sepengetahuan dan tidak berdampak bagi kesejahteraan bangsa. Namun sebaliknya pemanfaatan sumber daya alam negeri ini hanya menguntungkan para pemerintah selaku para kapitalis. Mereka memperdayagunakan sumber daya alam bangsa ini dengan memeras secara berlebihan tanpa memikirkan kepentingan hidup masyarakat dan masa depan bangsa.

Tanpa disadari, kekayaan alam negeri ini perlu dipertanyakan eksistensinya. "Apakah alam bangsa ini akan terus seperti ini? akan semakin menjadi rusak ataukah akan bisa hilang?". Semua pertanyaan ini sangat fundamental bagi kita masyarakat bangsa Indonesia. Jika kita terus berada pada kekuasaan para kapitalis, selalu menerima kebijakan maupun tindakan yang mereka lakukan pada bangsa ini, terkhususnya pemerasan isi perut bumi dari bangsa ini. Maka hal itu akan berdampak pada esensi alam bangsa. Alam akan makin nampak kerusakannya dan juga lama kelamaan akan habis ditelan para kapitalis. Sebagai anak bangsa, penulis sadar akan kondisi ini, Oleh karena itu, penulis ingin mengangkat tema ini sebagai salah satu kasus bangsa, agar semua masyarakat sadar dan tahu akan politik otoriter dari para pemerintah kapitalis yang mengeksploitasi sumber alam bukan demi kepentingan masyarakat umum.

Relevansi Budaya Kolektif Dan Perilaku Konsumerisme Para Kapitalis

Budaya kolektif dan perilaku konsumerisme sudah mengakar pada diri para kapitalis demi mendapat keuntungan yang sangat besar demi kehidupan yang mewah. Gaya hidup mewah yang jahat ini menjadi budaya yang selalu transenden dan berkesinambungan sehingga terinternalisasi dalam diri kaum kapitalis yang berakibat pada kemiskinan masyarakat berlanjut. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun