Oleh Juan Felix Kristiadi, Mahasiswa Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Dewasa ini, praktek korupsi di Indonesia semakin meningkat semenjak masa Reformasi sehingga APBN negara mengalami deficit. Walaupun kebijakan pemerintah sudah dilakukan berupa kebijakan efisiensi anggaran mulai dari penurunan anggaran studi banding ke luar negeri, rapat-rapat yang dilakukan di hotel mewah, penundaan CPNS; hal ini justru memperkeruh keadaan Indonesia dikarenakan pengaturan kebijakan yang tidak terarah beserta pembangkangan yang dilakukan oleh bawahan Presiden. Alhasil, hal ini menyebabkan carut-marutnya hukum di Indonesia yang menimbulkan ketidakpastian hukum sehingga investor asing memutuskan untuk menginvest dana mereka di negara luar seperti Singapura yang terkenal akan pajaknya yang murah dengan Vietnam yang memperkerjakan para tenaga kerja mereka dengan biaya yang murah. Hal ini dibuktikan dengan IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) Indonesia yang menurun sebanyak 6%.
Kepemimpinan Presiden Soeharto di Masa Orba
Dulu, Negara Indonesia pernah mendapat julukan "Macan Asia" pada masa kepemimpinan Presiden Soeharto dimana negara Indonesia merupakan negara yang ditakuti dan dihormati oleh negara-negara asing. Pada zaman Soeharto, Indonesia menjadi negara favorit bagi para investor asing dikarenakan kebijakan hukum Pak Soeharto yang berpolitik untuk ekonomi serta kestabilan politik yang menyebabkan kepastian hukum berjalan sebagaimana mestinya. Alhasil, hal ini meningkatkan taraf hidup masyarakat yang sebelumnya miskin menjadi berkecukupan, terutama bagi kaum petani.
Walaupun begitu, praktik korupsi sudah dilanggengkan oleh Presiden Soeharto selama 32 tahun demi menjaga kekuasaan beliau. Hal ini dilakukan beliau dengan adanya permainan uang yang dilakukan oleh kroni Soeharto, terutama 9 naga yang bertujuan menjaga perekonomian Indonesia sehingga Indonesia memiliki kestabilan ekonomi. Tentu, Presiden Soeharto sendiri sangat berhati-hati dalam mengontrol 9 naga ini, dengan cara menggunakan politik ras dimana ras Tionghoa dilemahkan secara politik, namun dikuatkan secara ekonomi.
Pada zamannya, apa yang dilakukan Presiden Soeharto merupakan langkah yang baik disebabkan praktek korupsi hanya dilaksanakan oleh keluarga Cendana beserta kroni-kroninya. Alhasil, jumlah orang-orang yang melakukan praktik korupsi terbatas dan para PNS yang tidak mempunyai hubungan dekat dengan Keluarga Cendana tidak akan berani melakukan praktik korupsi dikarenakan kekhawatiran akan hukuman yang diberikan oleh Presiden Soeharto. Namun, membandingkan hal yang buruk dengan hal buruk lainnya tidak membuat menjadi lebih baik sebab apa yang dilakukan oleh Soeharto menyebabkan nepotisme dalam bernegara yang dimana prinsip yang seharusnya ditegakkan ialah prinsip meritokrasi yakni prinsip yang menjunjung kemampuan atau prestasi individu.
Peristiwa Reformasi 1998
Lalu terjadilah peristiwa Reformasi di tahun 1998 dimana Presiden Soeharto digulingkan dan lahirlah rezim demokrasi dimana setiap orang memiliki kebebasan untuk mengutarakan pendapat dan tidak dapat dikekang oleh pemimpin negara. Namun, sayangnya praktik korupsi yang diharapkan akan mengecil dengan dibuka lebarnya demokrasi malah memperkeruh keadaan Indonesia dimana setiap pemimpin yang dipilih dalam pemilu melakukan praktik korupsi secara ugal-ugalan. Hal ini dapat terjadi dikarenakan biaya pemilu yang besar dan rakyat kecil yang ingin menjadi pemimpin bangsa tidak bisa mencalonkan dirinya baik itu DPR, Presiden, DPRD, dan lain-lain kecuali bila mereka mendapatkan backingan dari orang yang berkuasa dan mempunyai kekayaan yang berlimpah yang mana mereka harus menuruti keinginan dari orang-orang yang sudah membantu sehingga terjadilah praktik korupsi yang sistemik.
Dari sinilah, terbentuklah praktik korupsi yang sistemik yang melanggengkan korupsi untuk merajarela dimana orang-orang yang berusaha untuk memperbaiki sistem itu dari dalam justru malah terjerumus ke dalam praktek kotor atau bahkan disingkirkan dari pemerintah pusat dengan cara mereka dikirim ke daerah terpencil.
Apa Solusinya?