Mohon tunggu...
Ns.Rahayu Setiawati Damanik, S.Kep, M.S.M
Ns.Rahayu Setiawati Damanik, S.Kep, M.S.M Mohon Tunggu... Penulis buku & Wirausaha -

1. Do your best and God will do the rest (Lakukan yang terbaik apa yang menjadi bagianmu dan biarkan Tuhan menentukan hasilnya) 2. Penulis lahir di Kabanjahe Sumatera Utara pada tanggal 15 Juni 1983. Menyelesaikan Pendidikan Sarjana Keperawatan di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia dan Pasca Sarjana Manajemen Keuangan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Penulis buku “Sakitnya Membuka Usaha Penitipan Anak” dan “Lepas dari Krisis Asisten Rumah Tangga”. Sejak Tahun 2013 hingga kini mengelola usaha day care (penitipan anak) “Happy Day Care”. Sering menulis artikel mengenai keluarga, pernikahan, perempuan, dan anak-anak. 3. Kini mengelola usaha Daycare dan Homeschooling DeanMores di Jatibening Bekasi 4. Percaya bahwa keluarga adalah kekuatan suatu bangsa. Keluarga yang teguh akan membangun bangsa yang kokoh. 5. Best in Specific Interest Kompasianival 2016 6. Tulisan lainnya bisa dibuka di www.rahayudamanik.com, www.rahayudamanik-inlove.com, dan www.rahayudamanik-children.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Keuntungan Bila Suami Mentransfer Semua Gaji ke Istri

26 Mei 2016   12:20 Diperbarui: 26 Mei 2016   15:31 3140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Istri yang dipercaya mengelola keuangan berpotensi menimbulkan keharmonisan dalam rumah tangga (credit-help.biz)

Satu hal yang saya syukuri dalam keluarga adalah adanya masalah keterbukaan dan kepercayaan 100% dalam hal keuangan. Tanpa ada pembicaraan sebelum menikah, seolah otomatis suami menyadari sendiri kalau kelak setelah berkeluarga seluruh penghasilannya akan ditransfer dan dikelola oleh saya. Hanya disisakan sejumlah keperluan bulanan suami.

Saya tentu bahagia karena mendapat kepercayaan yang menjadi sebuah tantangan untuk dijaga dan dipertanggungjawabkan. Saya melihat pola pengaturan keuangan yang sama seperti yang diterapkan oleh orang tua saya. Orang tua sama-sama berpenghasilan dimana bapak adalah seorang TNI dan mama seorang pegawai negeri sipil. Bapak selalu rutin memberikan gajinya kepada mama saya. Hanya tersisa sebesar keperluan bapak saja.

Namun di tengah perjalanan tidak jarang bapak kekurangan uang dan meminta sebagian lagi uang yang sudah diberikan kepada mama. Pun ternyata demikian dengan suami, meskipun keperluan bulanan suami sudah disisakan di rekeningnya namun terkadang di akhir bulan, suami harus meminta dari saya karena ada pengeluaran yang biasanya tidak terduga.

Anggaran pengeluaran setiap bulan dibuat berdasarkan total pendapatan kami tidak hanya atas penghasilan suami saya. Intinya semua penghasilan yang masuk melalui saya atau suami semuanya dialokasikan untuk keperluan bersama atas dasar keterbukaan dan kesepakatan. Tidak ada istilah uangku atau uangmu, semuanya adalah uang kita. Saat susah kita tanggung bersama, pun demikian saat kita bahagia dinikmati bersama.

Saya selalu mencatat budget setiap bulan, idealnya suami melakukan audit untuk melihat bagaimana penggunaan uang kami. Namun pada praktiknya, lima tahun lebih pernikahan suami belum pernah memeriksa pengeluaran sampai sekarang. Hanya satu atau dua kali melihat sekilas buku catatan keuangan saya. Mungkin sudah percaya banget he..he..

Saya pernah mendengar kisah dari seorang istri dimana sejak menikah dengan suami, tidak pernah pasangannya memberikan kepadanya kepercayaan untuk mengelola keuangan. Padahal dia bukanlah wanita yang boros dan termasuk bertanggung jawab kepada anak-anak. Selama menjalani kehidupan rumah tangga yang sudah berjalan lama, masing-masing mereka mengambil tanggung jawab jawab sendiri-sendiri. Misalkan suami yang membayar keperluan sekolah anak dan istri membayar kebutuhan dapur. Tidak ada keterbukaan dan kebersamaan dalam keuangan. 

Situasi seperti ini membuat sang istri merasa kurang dianggap dan seolah tidak dipercaya sebagai pasangan hidup. Mungkin inilah salah satu penyebab mengapa percekcokan sering terjadi. 

Sebagai istri yang dipercaya, saya juga tidak pernah sekali pun memanfaatkan kepercayaan suami. Justru sikap suami seperti itu membuat saya merasa sungguh dihargai dan dikasihi. Hubungan menjadi nyaman karena adanya keterbukaan dalam hal yang katanya begitu sensisitif. Bukan hanya masalah penghasilan setiap bulan, pun demikian dengan bonus atau pemasukan lain dari tugas dinas di luar kota, semua penggunaannya kami bicarakan berdua. 

Setiap bulan semua pemasukan pertama-tama kami alokasikan untuk membayar:

  1. Kredit misalkan KPR
  2. Tabungan dan investasi
  3. Kebutuhan pokok rumah tangga dan pengeluaran rutin lain
  4. Persembahan di gereja
  5. Sisanya kami pergunakan untuk refreshing seperti nomat (nonton hemat) di bioskop, mengajak anak ke area permainan, dan makan di luar

Semua rencana pengeluaran dicatat di agenda saya. Uang yang pasti dikeluarkan dimasukkan ke dalam amplop-amplop agar uang belanja ke pasar misalnya tidak terpakai untuk makan di luar. Sekalipun idealnya istri yang mengatur keuangan rumah tangga, namun tidak menutup kemungkinan suami yang memegang posisi ini. Sah-sah saja asalkan pengalokasian keuangan atas kesepakatan berdua.

Dalam mengatur pengeluaran mungkin ada perbedaan pendapat. Asalkan suami mau memahami kebutuhan rumah tangga dan istri pun mengerti kemampuan suami maka konflik bisa diminimalkan. Keterbukaan dan pengelolaan  dalam keuangan membuat rumah yang tidak bergelimang harta menjadi terasa damai. Kepercayaan ini jualah yang membuat tidak ada pihak yang merasa tersinggung sekalipun membicarakan mengenai uang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun