Mohon tunggu...
Ns.Rahayu Setiawati Damanik, S.Kep, M.S.M
Ns.Rahayu Setiawati Damanik, S.Kep, M.S.M Mohon Tunggu... Penulis buku & Wirausaha -

1. Do your best and God will do the rest (Lakukan yang terbaik apa yang menjadi bagianmu dan biarkan Tuhan menentukan hasilnya) 2. Penulis lahir di Kabanjahe Sumatera Utara pada tanggal 15 Juni 1983. Menyelesaikan Pendidikan Sarjana Keperawatan di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia dan Pasca Sarjana Manajemen Keuangan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Penulis buku “Sakitnya Membuka Usaha Penitipan Anak” dan “Lepas dari Krisis Asisten Rumah Tangga”. Sejak Tahun 2013 hingga kini mengelola usaha day care (penitipan anak) “Happy Day Care”. Sering menulis artikel mengenai keluarga, pernikahan, perempuan, dan anak-anak. 3. Kini mengelola usaha Daycare dan Homeschooling DeanMores di Jatibening Bekasi 4. Percaya bahwa keluarga adalah kekuatan suatu bangsa. Keluarga yang teguh akan membangun bangsa yang kokoh. 5. Best in Specific Interest Kompasianival 2016 6. Tulisan lainnya bisa dibuka di www.rahayudamanik.com, www.rahayudamanik-inlove.com, dan www.rahayudamanik-children.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Anak Ketahuan Mencuri? Ini Cara Mengatasinya

29 Maret 2017   12:42 Diperbarui: 29 Maret 2017   23:00 6529
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Apa yang menyebabkan anak berani mencuri? (foto: Gudpost.com)

Boleh percaya atau tidak, masa kecil saya dipenuhi kenakalan yang tak biasa termasuk cerdik dalam mencuri dan menipu. Saya bisa mencuri uang dari dompet orang tua tanpa ketahuan sama sekali bahkan lihai mencuri coklat makanan kesukaan saya dari sebuah swalayan. Padahal toko makanan tersebut dijaga ketat oleh beberapa karyawan dan juga menggunakan banyak cermin yang lebar di setiap sudut dindingnya.

Semua kenakalan itu saya lakukan ketika masih duduk di Sekolah Dasar. Hanya, memang dulu barang-barang dagangan belum diberi sejenis sensor yang bisa menyebabkan alarm toko berbunyi seperti yang sekarang ditemukan di supermarket kalau suatu produk belum dibayar. Apa yang menyebabkan saya demikian? Saya nekad mencuri dari dompet orang tua karena semasa kecil saya sangat suka membaca majalah anak-anak namun harganya cukup mahal dan saya tidak memiliki uang untuk membelinya.

Saya lupa persisnya mengapa saya tidak meminta saja kepada orang tua untuk membelikan majalah itu namun saya ingin langganan majalah tersebut satu kali seminggu. Betapa bahagianya bisa membaca majalah anak-anak yang di dalamnya banyak cerpen dan cerita bergambar yang bagus. Saya memang sungguh menyukainya bahkan sering membayangkan nama saya terpampang sebagai salah satu penulis di cerpen di majalah anak-anak tersebut.

Saya juga sering melihat iklan coklat di TV dan rasanya seperti enak sekali sehingga saya pun tergoda mencurinya dari swalayan. Anehnya saya yang saat itu masih sekitar kelas tiga SD melakukan semua itu dengan lancar sekali dan tanpa ada rasa grogi. Lalu apa yang membuat kebiasaan mencuri saya hilang? Ada perasaan bersalah yang muncul ketika saya selesai mencuri. Hati saya tidak tenang dan hal itu terus menghantui dan demikian mengganggu saya. Saya yang masih kanak-kanak pun berpikir, saya tidak mau rasa ketakutan yang sulit saya definisikan itu terus menghantui sehingga saya pun benar-benar meninggalkan kebiasaan buruk itu.

Dapat dipastikan semenjak saya SMP sama sekali tidak pernah mencuri baik itu uang orang tua, warung-warung, dan lain sebagainya. Saya pun lebih memberanikan diri meminta kepada orang tua, apa saja yang saya butuhkan dan memfokuskan diri menjadi anak yang berprestasi di sekolah. Tak heran saya pun memiliki nilai yang cukup bagus di masa SMP baik itu di sekolah maupun di bimbingan belajar.

Rasa bersalah dan ketakutan membuat saya jera namun bagaimana bila anak terus mencuri sampai dia beranjak dewasa? Tentu kita sebagai orang tua sangat malu bila anak sendiri dicap sebagai seorang pencuri. Ada beberapa hal yang bisa kita lakukan agar kebiasaan mencuri anak bisa hilang. Pertama koreksi diri kita sebagai orang tua. Apakah kita memberikan uang jajan yang terlalu sedikit sehingga nilainya sangat jauh dari nilai jajanan yang ingin dibeli anak? Mungkin karena anak lapar dan sangat menginginkan satu jenis makanan sehingga dia nekad mencuri.

Bila saja anak memiliki keinginan yang positif misalkan majalah anak-anak tentu tidak salah orang tua berusaha memenuhinya karena itu adalah permintaan yang positif. Selain itu, kecerobohan orang tua dalam menyimpan dompet juga bisa memberikan anak kesempatan untuk menjadi seorang pencuri. Sekali mungkin dia ragu namun lama-kelamaan menjadi terbiasa karena orang tua meletakkan dompet dan uang dengan sembarangan.

Anak kita juga perlu diajak berbicara dari hati ke hati mengenai kebiasaan mencurinya. Tanyakan mengapa dia sampai mencuri. Kita sampaikan juga kalau sikap demikian sangat tidak baik dan benar-benar membuat hati orang tua sakit pun demikian dengan Tuhan. Orang tua perlu memperkenalkan anak sejak dini kepada ajaran agama sehingga dia semakin bisa mengoreksi diri dari perbuatan yang kurang baik. Anak perlu diberitahu juga konsekuensi bila menjadi seorang pencuri, selain tidak bisa diterima dalam pergaulan masyarakat juga bisa ditangkap polisi dan dipenjara bahkan bisa digebukin ramai-ramai bila terbiasa mencuri sampai dewasa.

Terakhir saya mau sampaikan pengalaman saya ketika SD. Saya memiliki seorang teman yang suka membagi-bagikan uang kepada saya dan teman lain. Satu hari dia bisa membagikan sampai dua puluh kali lipat dari uang jajan yang diberikan orang tua kepada saya. Saya tidak tahu persis darimana dia memperoleh uang namun uang itu membuat saya menjadi terbiasa hidup dengan uang jajan yang banyak dan ketika habis saya semakin tergoda untuk mencuri uang orang tua bahkan menjajankan uang sekolah karena uang jajan yang sedikit tidak berpengaruh lagi buat saya.

Saya mau sampaikan kepada orang tua sekalian kalau mungkin anak yang ketahuan mencuri bisa saja disebabkan karena dia terhasut pergaulan yang kurang baik di lingkungan pertemanannya. Jangan menganggap remeh pergaulan anak karena besar dampaknya bagi mereka. Ketahui dengan pasti kebiasaan anak dan dengan siapa saja mereka bergaul serta bagaimana pengaruh sang teman untuk anak kita. Anak-anak adalah peniru yang ulung sehingga begitu mudahnya meniru apa yang dia lihat dalam kehidupan sehari-hari. Mendidik anak-anak bukan hanya sekedar bagaimana mencerdaskan mereka namun juga membentuk karakter. Jangan sampai kita terlambat mengajarkan kepada anak betapa berharganya nilai sebuah kejujuran.

Salam,

Rahayu Damanik

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun