Mohon tunggu...
Rahayu Setiawan
Rahayu Setiawan Mohon Tunggu... wiraswasta -

membaca dan mengamati. ya jika ada waktu menulis.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Etika Tabloid Obor Rakyat

15 Juni 2014   08:43 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:40 1410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik


Ketika informasi, pesan dan nilai-nilai media massa menutup mata terhadap nilai prinsipil manusia yang bermoral dan beretika yang menjadi pegangan seseorang dalam mengatur tingkah lakunya, pada saat itu pula pembeda antara manusia dengan hewan berjalan beriringan (baca: sama).

Dalam dua pekan belakangan kemunculan Tabloid Obor Rakyat semakin menambah “kemeriahan” isu kampanye hitam pilpres 2014. Meriah disebabkan dua kontestan, yakni Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta sama-sama mengaku “korban” dan paling banyak dirugikan atas kampanye hitam. Adapun pemilik Tabloid Obor Rakyat sendiri mengaku sebagai pihak yang tidak melakukan kampanye hitam terhadap Jokowi-JK. Justru keberadaannya menguntungkan Jokowi-JK.Atas kebenaran pernyataan tersebut sah-sah saja sebagai pemilik melakukan pembenaran.

Terlepas dari itu, kehadiran Tabloid Obor Rakyat juga dapat dilihat sebagai penambah “kemeriahan” terpolarisasinya media massa dalam pusaran kepentingan dua kontestan pilpres. Pertanyaannya apakah media massa harus menihilkan kepentingannya terhadap pilihan politik tertentu. Tentu saja merupakan hal yang utopis ketika media massa sebagai industri yang dimiliki oleh individu atau kelompok tertentu. Maka mau tidak mau media terikat dengan keinginan dan kepentingan tertentu. Ambil contoh, ketika pemimpin politik memiliki media massa maka media massa tersebut cenderung menyampaikan informasi, pesan, sikap, nilai yang sejalan dengan keinginan dan kepentingannya. Sebut saja untuk kondisi saat ini media massa TV, seperti Metro TV dengan Jokowi-JK dan TV One dan Grup MNC dengan Prabowo-Hatta. Belum lagi dengan bentuk media massa lain seperti media cetak. Penilaian ini dapat dianalisa mendalam misalnya dengan memperhatikan pemberitaanya.

Lantas bagaimana dengan Tabloid Obor Rakyat. Jika media tidak terlepas dari kepentingan tertentu maka keberadaan Tabloid Obor Rakyat yang notabene isinya merugikan Jokowi-JK tentu hal wajar karena keberadaannya sebagai alat untuk menyebarkan pesan pemiliknya. Untuk menjawab permasalahan ini baiknya kita memeriksa dari hal yang prinsipil atau mendasar, yakni berdasarkan keberadaan manusia sendiri sebagai makhluk individu dan sosial dimana manusia senantiasa dihadapkan pada norma, moral, etika dan nilai yang berlaku di lingkungan masyarakatnya.

Keberadaan norma, moral, etika dan nilai yang melekat pada manusia merupakan salah satu pembeda antara manusia dengan hewan melalui fungsi manusia sebagai makhluk social dan individual. Dengan demikian keterikatan tersebut merupakan fundamen atau dasar dari sistem yang mengatur keberlangsungan hidup manusia. Media massa yang telah kita bahas di atas justru hanyalah sebagaialat, medium yang digunakan dalam proses komunikasi massa. Manusia sebagai pengendali teknologilah yang merupakan hal terpenting dari perkembangan peradaban manusia.

Dapatkah dibayangkan jika kehadiran manusia menabrak segala bentuk keterikatan dari keberadaannya sendiri? Maka, ciri manusiawi manusia akan hilang. Satu manusia akan meniadakan manusia yang lain, satu manusia akan memakan manusia yang lain. Semua ini menjadi hal yang wajar ketika tidak ada lagi keterikatan atas keberadaan hidupnya.

Mari kita menilik lebih mendalam. Dalam bentuk praksisnya. Dewan pers mengimplementasikan ke dalam kode etik jurnalistik. Dalam kode etik jurnalistik dipaparkan secara jelas hal-hal apa saja yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.

Jika memperhatikan isi Tabloid Obor Rakyat yang berisi hujatan terhadap Jokowi-JK diantaranya "Capres Boneka Suka Ingkar Janji", "Disandera Cukong dan Misionaris", "Dari Solo sampai Jakarta De-Islamisasi Ala Jokowi", "Jokowi Anak Tionghoa", "Cukong-cukong di Belakang Jokowi", dan "Partai Salib Pengusung Jokowi". 184 caleg non-Muslim PDI-P untuk kursi DPR" dan "Ibu-ibu, blom jadi presiden udah bohongin rakyat".Maka isinya sudah bertentangan dengan kode etik jurnalistik.

Pada pasal 1 menyatakan “wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk”. Dari pasal ini jika diperiksa salah satu poinnya saja berita yang ada tidak berimbang. Karena Tabloid Obor Rakyat tidak memberikan kesempatan kepada Jokowi-JK untuk menyatakan pendapatnya. Jika Jokowi menyatakan pendapatnya tentu Tabloid Obor Rakyat tidak akan memberitakan pemberitaan “Jokowi Anak Tionghoa” yang oleh salah satu penulis tabloid tersebut Darmawan Sepriyossa dalam wawancara Metro TV sebagai suatu kesalahan. Munculnya kesalahan tersebut merupakan hal yang tentu saja dapat dihindari jika pelaku Tabloid Obor Rakyat melandasi tingkah laku profesinya pada kode etik jurnalistik.

Menjadi hal menyedihkan lagi dalam berbagai kesempatan Setiyardi Budiono sebagai pendiri Tabloid Obor Rakyat menyatakan isi tabloid bukanlah suatu bentuk kampanye hitam. Karena pemberitaannya berdasarkan fakta.Pernyataan ini bisa juga diperiksa kebenarannya mengingat bagaimana isi berita merupakan kompilasi dari berbagai sumber yang berada di dunia maya. Walaupun metode penggalian informasi dapat dilakukan melalui dunia maya. Namun, tidak serta merta data yang dikumpulkan dari dunia maya adalah suatu kebenaran atau merupakan informasi yang benar. Kebenaran data tersebut haruslah di koreksi oleh berbagai pihak.

Setiyardi dan Darmawan sebenarnya bukanlah orang awam dalam dunia jurnalistik terlebih mereka pernah menjadi wartawan di harian terkemuka. Dan Setiyardi juga memiliki background intelektual yang baik mengingat pernah diangkat menjadi Komisaris PT Perkebunan Nasional XIII serta sebagai asisten staf khusus Presiden RI bidang otonomi daerah. Terkait background tersebut sangat disayangkan jika hal ini terjadi.

Terkait hal ini penulis menilai Ketika informasi, pesan dan nilai-nilai media massa menutup mata terhadap nilai prinsipil manusia yang bermoral dan beretika yang menjadi pegangan seseorang dalam mengatur tingkah lakunya, pada saat itu pula pembeda antara manusia dengan hewan berjalan beriringan (baca: sama).

Salam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun