Mohon tunggu...
Di Timur Fajar
Di Timur Fajar Mohon Tunggu... -

Titip salam dari pemilik lapak ini: Aku andaikan mereka dan mereka andaikan aku. Cobalah berempati: merasakan berada pada posisi mereka, maka akan banyak yang bisa kita mengerti dan pahami tentang mereka, tentang kesalahan mereka. Karena kenyataan tidak pernah salah. Tuhan menghadiahi kita akal, bahwa ada kausalitas dalam setiap persoalan. Maka pandai-pandailah menguraikannya." (Rahayu Winette) Jadilah diri sendiri namun tak ada salahnya Anda(i) coba berempati dalam posisi orang lain. (Di Timur Fajar)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

44) Sistem, Mahluk Apa Itu Sih?

25 Agustus 2010   14:31 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:43 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

(Menjawab Keingintahuan Saya Yang Suka Menyebutnya)

Sudah lama saya bicara banyak pakai istilah ‘sistem'. Kata itu agak keren untuk menggambarkan maksud saya: keadaan menyeluruh (komprehensif) dari semua factor dan unsur yang bergerak mendukung tercapainya suatu tujuan bersama. Sistem atau keadaan yang dimaksud tidak saja berupa aturan dan lembaga, tapi juga manusia, tambahkan satu lagi: kesadaran, merupakan unsur di dalamnya. Kalau saja manusia termasuk bagian dalam sistem, rasanya kita tidak harus memisahkan sistem di satu sisi dan manusia yang melaksanakannya di sisi lain. Soalnya kenapa(menurut saya)? Kalau sebuah sistem berupa lembaga/KPK misalnya sudah bagus (hanya karena sudah ada), lalu manusia yang mengoperasikannya tidak becus; maka kita(yang menilainya) harus mengambil jarak lebih ke atas.Kalau bukan sistem(termasuk manusia) dalam lembaga itu masih perlu dibuat lebih eksis, kita harus melihat keadaan (sistem KPK) sebagai sub sistem yang dipengaruhi oleh sistem yang lebih besar(negara/supra sistem). Bagaimana sejauh ini KPK sebagai sistem tidak saja belum mampu secara represif menjerat dan menjerakan pelaku korupsi, tetapi lebih krusial secara preventif dengan aturannya tidak punya daya cegah terbukanya peluang muncul calon-calon koruptor berikutnya. Begitu juga KPK sebagai sistem yang merupakan bagian dari sistem yang besar tentunya dalam setiap sepak terjangnya dipengaruhi oleh konstelasi kekuatan yang lebih besar: lembaga kepresidenan dengan institusi yang dinaunginya, DPR dengan kekuatan politiknya. Terhadap sistem berbangsa yang demikian besar, dipengaruhi oleh kekuasaan yang mampu menghitamputihkan, kita perlu terus dengan cerdas memberikan kekuatan yang lebih besar lagi dalam bentuk gerakan dan pemikiran yang progresif dan realistis, yang mampu menggeser kekuatan atau setidaknya menggugah kesadaran dari pelaku kekuasaan yang mengangkangi sistem tersebut. Bicara kesadaran, saya melihat perspektif ini perlu dikembangkan sebagai sebuah sistem atau bagian yang menggerakkan sistem. Kesadaran bisa berupa kesediaan memahami setiap penyimpangan yang terjadi adalah sebuah kecenderungan (untuk tidak mengatakan keniscayaan), ketika kita tidak mampu mengantisipasi semua hal yang telah mengkondisikannya, baik secara moral maupun aturan yang bisa mencegahnya. Lihat saja bagaimana sistim(aturan) pelaporan kekayaan pejabat negara yang tidak pernah benar-benar mampu diimplementasikan. Kala tidak jalan, kita tidak terus coba memahami apa penyebab dan yang bisa menjadi terobosannya. Begitu juga tidak adanya sistim perlindungan saksi yang memadai. Berani menjadi saksi artinya berani mendekam di balik jeruji besi bersama Susno Duaji. Kesadaran sebagai sistem juga adalah kesediaan berempati: bahwa setiap kemalangan yang terjadi akibat dari ketimpangan sistem adalah kemalangan kita semua, termasuk pelaku ketimpangan sistem itu sendiri(bupati yang korups, DPR gemar kolus, menteri suka fulus, dan presiden mau mimpin terus). Nggak percaya? Tunggu saja ketika mereka sudah pensiun dan hengkang dari kesempatan "mumpung lagi berkuasa"nya. Suatu ketika mereka terpuruk ke titik nadir tak berdaya lagi.Tatkala harta yang mereka kumpulkan habis digorogoti anak, istri, dan konco-konconya. Ketika ketidakadilan menimpanya dari mereka yang lebih kuat dan sogokan yang lebih kaya, lantas menyeretnya ke balik jeruji penjara. Ketika nilai-nilai moral ternyata dibutuhkan menyaksikan berbagai penyimpangan yang dilakukan oleh mereka yang gantian berkuasa. Pada saat itu kesadaran menghampirinya. Betapa pernah satu masa dia ada di sana, dalam sistem itu dengan kuasa dan kesempatan di tangannya, tapi itu tidak dia gunakan untuk memperbaiki keadaan(sistem). Tragisnya semua itu kini berbalik mempecundanginya. Tahukah kita siapa yang mempecundangi dan yang dipecundangi itu? Mahluk itu bernama sistem !

By : Rahayu Winnet, Rabu, 25 Agustus, 2010, pukul 22.10

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun