Dunia pendidikan, dalam beberapa bulan terakhir, diramaikan dengan persoalan wisuda sekolah, study tour, hingga kasus-kasus ekstrem seperti siswa "nakal" yang dimasukkan ke barak layaknya institusi militer.
Di balik hiruk-pikuk ini, ada satu entitas yang nyaris tak terdengar suaranya: Komite Sekolah.
Padahal, secara normatif, Komite Sekolah dibentuk sebagai representasi masyarakat dalam pengelolaan pendidikan, termasuk sebagai jembatan kepentingan antara sekolah dan orang tua.
Namun publik kini bertanya-tanya: di mana Komite Sekolah ketika keputusan-keputusan absurd itu dibuat?
Apakah ia masih relevan sebagai lembaga partisipatif, atau hanya menjadi alat legitimasi kebijakan yang tidak populer? Apakah ia sekadar formalitas, atau justru kunci perubahan yang selama ini terabaikan?
Sederet pertanyaan mengemuka di artikel ini. Mari kita diskusikan bersama-sama.
Komite Sekolah: Antara Fungsi dan Fiksi
Menurut Permendikbud No. 75 Tahun 2016, Komite Sekolah adalah lembaga mandiri yang dibentuk untuk mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka peningkatan mutu layanan pendidikan.
Tugasnya meliputi pemberian pertimbangan, dukungan, kontrol, dan mediasi.
Dalam idealitas normatif, komite ini adalah bentuk nyata dari demokratisasi pendidikan--sebuah kanal partisipatif di mana orang tua, tokoh masyarakat, dan pemangku kepentingan lain dapat terlibat aktif dalam pengambilan keputusan sekolah.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!