Tanggal 18 Mei diperingati sebagai Hari Museum Internasional, sebuah momentum global yang menegaskan peran museum sebagai penjaga warisan budaya sekaligus ruang edukasi dan dialog antarbudaya.
International Council of Museums (ICOM) menyoroti tema Hari Museum Internasional 2025, The Future of Museums in Rapidly Changing Communities, yang menekankan pentingnya museum beradaptasi dengan perubahan sosial, teknologi, dan lingkungan secara cepat dan inovatif.
Museum global tidak hanya menjadi tempat penyimpanan artefak, tapi juga aktor sosial yang mengedukasi, menginspirasi, dan menghubungkan masyarakat lintas generasi dan budaya.
Namun, di tengah gegap gempita perayaan dunia, kondisi museum di Indonesia menghadapi tantangan serius yang jarang mendapat sorotan kritis: museum mulai ditinggalkan generasi muda dan belum mampu bertransformasi secara signifikan mengikuti perkembangan global.
Kalau boleh jujur, saya dan mungkin sebagian Kompasianer hanya mengunjungi museum dalam hitungan jari. Tentu saja, ada banyak faktor yang mempengaruhinya.
Tahun 2019, museum di DKI Jakarta pernah mengalami 11 juta kunjungan. Hingga tahun 2021 jumlah kunjungan anjlok menjadi 119.657 kunjungan. Sebuah kondisi yang cukup memprihatinkan.
Kondisi Museum di Indonesia Saat Ini
Berdasarkan dokumen Katalog Museum Indonesia 2018 yang diterbitkan oleh Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, mencatat ada sebanyak 435 museum yang tersebar di seluruh Indonesia.
Namun, ada data terbaru yang menyebut jumlahnya sudah mencapai 442 museum. Di mana Jakarta dan Jawa Tengah menjadi konsentrasi museum terbanyak, masing-masing memiliki 63 museum (Thejakartapost, 2025).
Sebanyak 304 museum sudah memiliki Nomor Pendaftaran Nasional dan 239 museum terstandarisasi dengan jumlah koleksi 83.857 (Detik.com, 2024). Sebanyak 35 persen atau 152 dari total museum di Indonesia merupakan milik pihak swasta (Cnbcindonesia, 2023).