Negara seringkali mengambil jarak kepada warganya yang lansia. Itulah mengapa, masa pensiun selalu dipersepsikan sebagai periode yang penuh ketidakpastian. Bagi banyak orang, pensiun identik dengan berhenti bekerja dan mengandalkan tabungan atau dana pensiun.
Secara psikologis, sebagian orang yang memasuki masa pensiun ditandai juga dengan kondisi yang disebut dengan post-power syndrome.
Sebuah istilah yang merujuk pada kondisi kejiwaan yang dialami seseorang setelah kehilangan kekuasaan atau posisi penting, yang menyebabkan penurunan harga diri dan perasaan tidak berharga.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) 2023, hanya 28 persen pekerja formal di Indonesia yang memiliki perencanaan pensiun terstruktur.
Sebagian besar masih mengandalkan tabungan biasa atau tunjangan pensiun, yang seringkali tidak mencukupi karena inflasi dan biaya hidup yang terus naik.
Namun, bagaimana jika masa pensiun justru dijadikan sebagai titik awal untuk membangun usaha bisnis atau pekerjaan baru lainnya sehingga lansia tetap produktif di masa pensiun?
Salah satu solusi yang semakin populer adalah membangun bisnis sebagai sumber pasif income di masa pensiun. Namun, langkah ini tidak bisa dilakukan serampangan.
Di sinilah pentingnya kehadiran negara untuk membantu para lansia agar tetap produktif di masa pensiunnya. Adaa beberapa pertimbangan tentang pentingnya kehadiran negara.
Seperti dikutip dari Kompas.id (4/6/2024) bahwa secara global, dalam 30 tahun ke depan, jumlah penduduk usia 65 tahun ke atas diperkirakan meningkat dua kali lipat. Pada 2050, jumlahnya bisa mencapai 1,6 miliar orang dibandingkan 761 juta orang pada 2021.
Kondisi tersebut, jika tidak ditangani dan dikelola secara tepat akan menjadi persoalan sosial di kemudian hari.