Kompasianer yang pernah membaca artikel-artikel saya, tentu akan menemukan sepotong cerita tentang aksi advokasi yang saya kerjakan bersama pedagang kaki lima di Pasar Kebayoran Lama.
Advokasi ini adalah sebuah perlawanan kolektif terhadap upaya penggusuran pemprov DKI Jakarta yang saat itu dipimpin oleh Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Sebagai seorang aktivis yang juga bekerja sebagai Tenaga Ahli DPR RI, kala itu gaji saya sudah cukup lumayan untuk kebutuhan sehari-hari bersama istri dan anak-anak.
Sehingga, saya bergerak membantu korban penggusuran secara pro bono alias sukarela tanpa kompensasi sepeser pun.
Dari aksi-aksi advokasi itulah, cerita haji ini bermula...
Awal Pertemuan
Medio 2017 menjadi tahun yang tidak akan pernah saya lupakan. Sebagai seorang aktivis dan Tenaga Ahli, saya terbiasa menyusun argumen logis dan menyampaikan narasi berbasis data.
Namun, apa yang terjadi kala itu adalah sebuah ironi besar--pelajaran hidup yang tidak pernah saya duga akan datang dari para pedagang kaki lima yang saya advokasi.
Pada saat itu, sekira 20-an orang pedagang kaki lima di sebuah pasar yang terancam penggusuran datang kepada saya.
Ibu Aisyah dan Pak Hamzah pedagang ayam potong menjadi pemimpin rombongan dan juru bicara. Mereka bukan hanya meminta bantuan hukum, tetapi juga mengharapkan keadilan.