Wisuda sekolah sering kali menjadi momen penting yang dirayakan dengan sukacita berlebihan. Perayaan kelulusan menjelma menjadi ajang yang bukan hanya simbolik, tetapi juga sarat gaya hidup dan prestise.
Dari gaun sewa, make-up profesional, gedung megah, sampai paket foto eksklusif--semua menjadi semacam "paket wajib" dalam ritual perpisahan sekolah.
Di balik kemeriahan tersebut, beban biaya yang harus ditanggung keluarga, terutama keluarga sederhana, kerap menjadi persoalan serius.
Di Indonesia, keluhan orang tua terkait biaya perpisahan yang tinggi bukan hal baru.
Misalnya, di beberapa daerah, biaya perpisahan bisa mencapai ratusan ribu hingga jutaan rupiah per siswa, yang bahkan memaksa sebagian orang tua meminjam uang demi memenuhi kewajiban tersebut.
Pertanyaannya: apakah euforia kelulusan harus mengorbankan prinsip kesederhanaan, inklusivitas, dan empati sosial?
Beban Finansial yang Membebani Keluarga Sederhana
Kondisi ekonomi yang tidak stabil dan penghasilan yang tidak menentu membuat beban biaya perpisahan terasa semakin berat.
Orang tua harus menanggung biaya pembuatan ijazah, konsumsi, dekorasi, dokumentasi, bahkan sewa gedung mewah dan artis penghibur dalam beberapa kasus.
Beban ini menjadi semakin berlapis jika keluarga memiliki lebih dari satu anak yang harus mengikuti acara serupa.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!