Mohon tunggu...
Tino Rahardian
Tino Rahardian Mohon Tunggu... Pegiat Sosial⎮Penulis⎮Peneliti

Masa muda aktif menggulingkan pemerintahan kapitalis-militeristik orde baru Soeharto. Bahagia sbg suami dgn tiga anak. Lulusan Terbaik Cumlaude Magister Adm. Publik Universitas Nasional. Secangkir kopi dan mendaki gunung. Fav quote: Jika takdir menghendakimu kalah, berikanlah dia perlawanan yang terbaik [William McFee].

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Paus Fransiskus: Refleksi atas Servant Leadership di Tengah Erosi Etika Birokrasi

26 April 2025   21:01 Diperbarui: 26 April 2025   22:45 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wafatnya Paus Fransiskus meninggalkan warisan penting bagi prinsip kepemimpinan birokrasi modern dan pelayanan publik.(Foto: Katolikana.com)

Kepergian Paus Fransiskus, pemimpin spiritual bagi lebih dari 1,3 miliar umat Katolik di seluruh dunia--sekaligus sebagai pemimpin takhta apostolik dan kepala negara Vatikan--meninggalkan warisan spiritual yang tidak hanya relevan bagi dunia keagamaan, tetapi juga bagi kepemimpinan birokrasi modern dan pelayanan publik.

Salah satu prinsip fundamental yang beliau tunjukkan sepanjang kepemimpinannya adalah pelayanan penuh kasih (servizio d'amore)--melayani bukan untuk diri sendiri, melainkan demi kebaikan sesama.

Sebuah prinsip yang seharusnya dapat menjadi landasan etis bagi aparatur sipil negara (ASN) dalam memperbaiki kualitas pelayanan publik.

Fenomena erosi etika di kalangan pejabat publik, seperti korupsi, nepotisme, dan rendahnya empati terhadap masyarakat, menunjukkan perlunya pendekatan kepemimpinan yang lebih manusiawi dan berorientasi pada pelayanan (servant leadership).

Di tengah birokrasi yang sering dianggap dingin, lambat, dan tidak peduli, teladan Paus Fransiskus menjadi oase harapan: bahwa pelayanan publik bisa--dan seharusnya--dilakukan dengan kasih.

Artikel ini menganalisis relevansi prinsip pelayanan kasih Paus Fransiskus dalam konteks administrasi publik, dengan pendekatan teoritis dari Servant Leadership (Greenleaf, 1970) dan New Public Service (Denhardt & Denhardt, 2000).

Pelayanan dalam Kasih dan Prinsip Servant Leadership

Paus Fransiskus hidup dalam simbol-simbol kerendahan hati. Ia tinggal di apartemen kecil, mencuci kaki narapidana, mendekap orang miskin dan korban kekerasan, bahkan sejak diangkat sebagai Paus ke-266 pada 2013, ia menolak segala bentuk upah dari Gereja dan memilih untuk menyumbangkannya untuk umat.

Diketahui bahwa gaji untuk posisi tersebut adalah USD32.000 per bulan atau sekitar Rp537,83 juta (asumsi kurs dolar AS terhadap rupiah di kisaran 16.807) (Wikipedia, 2025).

Ini bukan sekadar simbolisme agama, tapi praktik servant leadership--kepemimpinan yang lahir dari semangat melayani, bukan menguasai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun