Mohon tunggu...
Tino Rahardian
Tino Rahardian Mohon Tunggu... Pegiat Sosial⎮Penulis⎮Peneliti

Masa muda aktif menggulingkan pemerintahan kapitalis-militeristik orde baru Soeharto. Bahagia sbg suami dgn tiga anak. Lulusan Terbaik Cumlaude Magister Adm. Publik Universitas Nasional. Secangkir kopi dan mendaki gunung. Fav quote: Jika takdir menghendakimu kalah, berikanlah dia perlawanan yang terbaik [William McFee].

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Artikel Utama

Sumbang Saran Tata Kelola Kecerdasan Buatan

25 April 2025   20:02 Diperbarui: 27 April 2025   17:33 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
lustrasi.(Foto: shutterstock via Kompas.com)

Pernahkah kita membayangkan bagaimana algoritma yang bekerja di balik layer--entah dalam rekomendasi video YouTube, sistem rekrutmen online, atau layanan kesehatan digital--bisa mempengaruhi hidup kita secara nyata?

Itulah kecerdasan buatan, atau artificial intelligence (AI), yang kini tidak hanya menjadi urusan teknisi atau programmer, tetapi juga urusan negara, etika, dan masa depan masyarakat. Termasuk, Indonesia.

Saat ini, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) sedang merancang kerangka tata kelola kecerdasan buatan berbasis prinsip 3P (policy, people, platform).

Meski konsep ini menjanjikan pendekatan holistik dan terdengar progresif, implementasinya perlu dikritisi bersama agar regulasi yang disusun tersebut tidak hanya baik di atas kertas saja, namun memberikan manfaat bagi masyarakat dan bagi generasi mendatang.

Penulis berangkat dari pertanyaan mendasar: apakah kerangka 3P ini cukup untuk mengantisipasi risiko etis, bias algoritmik, dan monopoli teknologi?

Untuk menjawabnya, kita perlu menengok sebentar untuk melihat praktik tata kelola AI di Eropa dan Skandinavia--dua wilayah yang telah mengembangkan pendekatan progresif sekaligus protektif terhadap AI.

Dengan meminjam perspektif multi-stakeholder governance (Buhmann et al., 2020) dan ethical AI frameworks (Floridi et al., 2018), artikel ini akan mengkritisi arah regulasi AI di Indonesia sekaligus menawarkan pembelajaran dari luar.

Kebijakan (Policy): Menjembatani Regulasi vs Inovasi

Kerangka policy Indonesia mengadopsi pendekatan ganda: horizontal (prinsip etika lintas sektor) dan vertikal (regulasi spesifik sektor seperti kesehatan dan pertambangan).

Nezar Patria, Wamenkomdigi, menekankan pentingnya menghindari regulasi yang terlalu ketat agar tidak mengekang inovasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun