Vladimir Ilyich Lenin, lahir 22 April 1870, 155 tahun yang lalu. Tujuh tahun, ya, hanya tujuh tahun usai revolusi akbar yang dia pimpin, tepatnya tahun 1924, dia mengembuskan napas terakhirnya.
Saat saya menulis tentang 155 tahun Lenin, pertanyaan yang muncul: apakah masih ada Kompasianer muda yang akan membacanya? Jika jawabannya, masih ada, lalu pelajaran apa yang bisa diteladani dari seorang suami dengan istri bernama Nadezhda Krupskaya ini?
Pertanyaan-pertanyaan itu sedikit menenangkan, karena setidaknya sudah cukup banyak buku-buku berkualitas yang mengulas tentang Lenin dan sepak terjangnya dalam menumbangkan rezim despotik Tsar.
Vladimir Lenin, arsitek Revolusi Oktober 1917, meninggalkan jejak transformatif dalam sejarah global melalui sintesis teori Marxis dengan realitas politik Rusia.
Sebagai pemimpin Bolshevik, Lenin tidak hanya mengubah struktur kekuasaan Tsar menjadi negara proletariat pertama di dunia tetapi juga menciptakan kerangka ideologis yang mempengaruhi perjuangan antikolonial di Asia, termasuk Indonesia.
Menarik untuk dianalisis bagaimana Lenin membentuk kesadaran kolektif rakyat Soviet, serta mengeksplorasi keterkaitan gerakan antikolonial Indonesia dengan jaringan internasionalisme proletar.
Namun, artikel ini tidak akan pernah cukup untuk menjelaskan kehidupan revolusioner Lenin. Artikel ini sudah memiliki banyak keterbatasan sejak kelahirannya.
Lenin dan Konstruksi Hegemoni Proletar
Lenin bukan sekadar pemimpin revolusi; ia adalah teoritikus yang mengadaptasi Marxisme ke dalam kondisi Rusia yang feodal dan terbelakang pada masanya.
Karyanya, What Is To Be Done? (1902) dan Imperialism, The Highest Stage of Capitalism (1916), menjadi landasan gerakan revolusioner yang menekankan pada tiga dimensi utama:
1. Peran Partai Pelopor: Lenin menekankan pentingnya partai terdisiplin sebagai "pelopor proletariat" untuk memimpin massa yang belum sadar secara politik (Lenin, 1902). Konsep ini menjadi kunci keberhasilan Bolshevik merebut kekuasaan.
2. Anti-Imperialisme: Lenin melihat imperialisme sebagai penghambat kemajuan bangsa terjajah. Gagasannya mempengaruhi gerakan kemerdekaan di Asia-Afrika, termasuk Indonesia (Ahmad, 2019).
3. Pembangunan Sosialis: Di bawah Lenin, Soviet menjadi negara pertama yang menerapkan sistem pendidikan dan kesehatan universal, model yang kemudian diadopsi banyak negara (Service, 2000).