Mohon tunggu...
Tino Rahardian
Tino Rahardian Mohon Tunggu... Pegiat Sosial⎮Penulis⎮Peneliti

Sosialisme Indonesia. Secangkir kopi. Buku. Puncak gunung. "Jika takdir menghendakimu kalah, berikanlah dia perlawanan yang terbaik" [William McFee].

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Senarai Catatan di Hari Buku Sedunia dan Tantangan Literasi Indonesia

23 April 2025   10:29 Diperbarui: 24 April 2025   12:37 410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi buku.(Foto: Dok. Istimewa/Pribadi)

Setiap tanggal 23 April, dunia merayakan World Book and Copyright Day atau Hari Buku Sedunia, sebuah inisiatif UNESCO yang dimulai pada 1995.

Tanggal ini dipilih sebagai penghormatan kepada dua sastrawan besar, William Shakespeare dan Miguel de Cervantes, yang wafat pada hari yang sama (meski berbeda tahun).

Asal-usulnya bermula dari tradisi toko buku di Catalonia, Spanyol pada 1923 yang ingin menghormati karya Cervantes, dan kemudian diadopsi secara global sebagai Hari Buku dan Hak Cipta Sedunia untuk mendorong budaya membaca, penerbitan, dan perlindungan hak cipta.

Hari ini menjadi momen reflektif untuk menakar ulang sejauh mana manusia modern masih menjadikan buku sebagai cermin zaman dan jendela dunia.

Dalam lanskap digital yang hiruk-pikuk, muncul paradoks: justru saat segala pengetahuan dapat diakses dalam genggaman, sebagian masyarakat dunia justru kembali melabuhkan diri pada keheningan buku fisik.

Kebangkitan Buku Fisik di Era Digital

Di Amerika Serikat, Inggris, Jerman, dan Jepang, penjualan buku cetak meningkat dalam beberapa tahun terakhir (Statista, 2023).

Survei Pew Research Center (2022) menunjukkan bahwa 65% pembaca muda (Gen Z) lebih memilih buku fisik karena alasan sensorik--bau kertas, tekstur halaman, dan ketiadaan kelelahan mata.

Fenomena ini dapat dijelaskan melalui teori embodied cognition (Lakoff & Johnson, 1999), yang menyatakan bahwa pengalaman fisik memengaruhi pemrosesan kognitif.

Membaca buku fisik dianggap lebih "menghadirkan" makna dibandingkan layar digital yang cenderung dangkal (shallow reading).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun