Dalam lanskap investasi yang terus berubah, emas tetap menjadi primadona sebagai aset safe haven yang mampu mempertahankan nilai di tengah ketidakpastian ekonomi.
Namun, kini emas tidak lagi hanya hadir dalam bentuk batangan yang mengilap. Ia menjelma ke dalam bentuk digital--lebih ringkas, lebih likuid, dan lebih terjangkau.
Fenomena ini menuntut masyarakat, khususnya para pemula, untuk melakukan refleksi kritis dan persiapan matang sebelum menentukan pilihan investasi emas fisik atau digital.
Pertanyaannya: emas fisik atau emas digital? Mana yang sepatutnya dipilih oleh investor pemula?
Membaca Perilaku Investasi Masyarakat
Dari perspektif behavioral finance, keputusan investasi bukan hanya rasional, melainkan sangat dipengaruhi oleh psikologi sosial, bias persepsi, dan konstruksi budaya.
Kahneman dan Tversky (1979) dalam teori Prospect menunjukkan bahwa individu cenderung lebih takut rugi daripada ingin untung.
Maka, emas--dengan citranya sebagai safe haven--menjadi pilihan utama saat risiko meningkat.
Di Indonesia, riset dari Widiastuti (2021) dalam Jurnal Ilmu Ekonomi dan Keuangan Islam menemukan bahwa faktor kepercayaan, akses informasi, dan persepsi risiko sangat memengaruhi keputusan investasi emas, baik fisik maupun digital.
Dinamika Investasi Emas: Dari Fisik ke Digital