Setiap tanggal 30 Maret, Indonesia merayakan Hari Film Nasional (HFN), yang mengingatkan kita pada pentingnya keberadaan perfilman sebagai bagian dari identitas budaya bangsa.
Tanggal ini dipilih untuk memperingati penayangan perdana film Darah dan Doa pada tahun 1950, yang disutradarai oleh Usmar Ismail.
Sebagai film pertama yang diproduksi setelah kemerdekaan, Darah dan Doa menandai langkah awal perfilman Indonesia yang penuh tantangan dan harapan.
Pada Hari Film Nasional ke-75 tahun ini, kita seharusnya merenungkan perjalanan panjang industri film Indonesia serta menilai perkembangan terkini dan tantangan yang dihadapi.
Seiring dengan peringatan Hari Film Nasional, sudah saatnya kita mempertanyakan bagaimana peran negara dalam mendukung dan merawat industri film Indonesia yang tengah berjuang menghadapi berbagai tantangan.
Sebelumnya saya pernah menulis tentang film propaganda, tentang revitalisasi Produksi Film Nasional (PFN), dan industri film nasional. Kompasianer dapat memeriksanya di tautan berikut:
Kondisi Industri Film Indonesia: Antara Tantangan dan Peluang