Dilansir dari laporan Global Adult Tobacco Survey 2021 yang diluncurkan oleh Kementerian Kesehatan, jumlah perokok dewasa meningkat dari 60,3 juta di 2011 menjadi 69,1 juta di 2021.
Sedangkan, menurut World Population Review, Indonesia merupakan negara dengan persentase perokok laki-laki terbesar di dunia. Jumlahnya mencapai 70,5%, dan persentase perokok wanita di Indonesia, hanya 3,6%.
Sebuah angka yang tidak bisa dikatakan sedikit, untuk suatu negara dengan jumlah penduduk mencapai 281,2 juta jiwa (Bank Dunia, 2023).
Artikel ini akan mencoba untuk mengulas keuntungan industri rokok bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).
Sebaran Penghasil Tembakau
Pemerintah Indonesia memiliki peraturan khusus terkait pemanfaatan cukai hasil tembakau yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 7/PMK.07/2020 tentang Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau.
Dalam peraturan tersebut, Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) diartikan sebagai bagian dari transfer ke daerah yang dibagikan kepada provinsi penghasil cukai dan/atau provinsi penghasil tembakau.
Selain dikenakan cukai, rokok juga dikenakan pajak daerah. Berdasarkan UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, rokok dikenakan tarif pajak sebesar 10% dari tarif cukai yang berlaku.
Dalam hal ini, penggunaan pajak rokok daerah minimal 50% untuk pelayanan kesehatan masyarakat, penegakan hukum rokok ilegal, dan aturan kawasan tanpa rokok.
Sampai hari ini, provinsi penghasil tembakau terbesar di Indonesia yaitu Jawa Timur dan Jawa Tengah.