Selasar media sosial diramaikan #KaburAjaDulu yang mencerminkan keresahan mendalam generasi muda Indonesia terhadap kondisi sosial, politik, dan ekonomi di tanah air.
Beragam interpretasi atas hashtag ini muncul, namun esensinya tetap sama: dorongan untuk mencari kehidupan yang lebih baik di luar negeri, jauh dari ketidakpastian dan kesulitan yang dihadapi di dalam negeri.
Apapun motivasinya, keberanian dan kreatifitas anak-anak muda ini harus diapresiasi. Ini juga dapat menjadi catatan kritis bagi 100 hari kedua Prabowo-Gibran.
Fenomena ini mengingatkan saya pada peribahasa lama: "Daripada hujan emas di negeri orang, lebih baik hujan batu di negeri sendiri."
Meskipun kenyamanan hidup di negeri orang mungkin menggiurkan, pada akhirnya, tanah air sendiri tetap memiliki daya tarik emosional dan kebanggaan yang mendalam.
Bagaimana kita bisa memahami hubungan antara fenomena sosial ini dengan nilai-nilai kebangsaan yang ada?
#KaburAjaDulu: Realitas atau Ilusi?
Hashtag #kaburAjaDulu bukan hanya sekadar sindiran atau keluhan semata, melainkan refleksi dari keresahan sosial yang mendalam.
Menurut Riswan (2022), dalam analisisnya tentang migrasi internasional, fenomena ini adalah cerminan dari ketidakpuasan terhadap ketimpangan ekonomi dan peluang kerja yang terbatas di dalam negeri.
Banyak orang, terutama anak muda, merasa bahwa peluang di luar negeri jauh lebih menjanjikan--baik dalam hal penghasilan, kualitas hidup, maupun akses terhadap pendidikan yang lebih baik.