Mohon tunggu...
Rahadian Faiz Kurniawan
Rahadian Faiz Kurniawan Mohon Tunggu... Konsultan - Keterangan

Menulis adalah sebuah kenyamanan hati bagi saya ( asalkan tidak menyinggung orang lain ).

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Belajar Tatap Muka, Apa Kabar Pendidikan di Indonesia?

19 September 2021   16:24 Diperbarui: 16 April 2023   11:14 391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Berita tentang covid selalu terdengar pagi dan malam. Salah satu dampak besar wabah penyakit ini adalah pendidikan di Indonesia. Tahap belajar yang seharusnya dilakukan di dalam kelas, berubah berada di layar laptop atau hp. Sekolah yang ramai dengan canda tawa para pelajar berubah menjadi dingin dan sepi layaknya kuburan yang tidak pernah dikunjungi. Menurut saya, salah satu mata pelajaran yang perlu dilakukan bersama-sama di sekolah adalah pendidikan jasmani dan kesehatan ( penjaskes ). Tidak semua siswa bisa melakukan olahgara yang rutin diadakan setiap 1 minggu sekali di sekolah, apalagi di masa pandemi ini. Bukan hanya siswa, tetapi juga para orangtua cemas untuk membiarkan anak-anaknya berolahraga di luar rumah. Menurut Dinas Kesehatan, warga Indonesia yang boleh melakukan vaksinasi covid-19 adalah umur 12 tahun ke atas. Maklum saja banyak orangtua khawatir karena anaknya yang berusia di bawah 12 tahun bisa melakukan kegiatan di luar rumah tanpa pengawasan. 

Jujur, saya pernah melakukan belajar secara online sewaktu kuliah. Saat itu gunung merapi meletus pada tanggal 26 Oktober 2010 hingga menewaskan sang "kuncen' yaitu mbah Marijan. Lokasi tempat saya kuliah, Universitas Islam Indonesia, hanya berjarak sekitar kurang lebih 15 km dari gunung merapi. Jalan kaliurang penuh dengan warga yang ingin menyelamatkan diri, termasuk saya. Macetnya Jakarta pasti kalah dengan kondisi macet jalan kaliurang saat itu.

Teringat dulu saya turun ke bawah menggunakan mantol karena hujan abu, sampai di daerah yang aman, mantol saya sudah dipenuhi dengan abu yang sangat tebal. Kejadiannya tengah malam, jadi saya memutuskan untuk pulang kampung besok pagi nya dan menumpang di kos teman saya di daerah UGM. Jangan salah, di daerah UGM pun tidak terhindarkan dari hujan abu yang tebal. Nah, dikarenakan kejadian tersebut, UII memutuskan untuk melaksanakan tahap belajar secara online alias daring.

Saya pribadi kurang suka dengan cara belajar seperti itu, karena kebiasaan saya mencatat semua penjelasan dosen dari awal sampai akhir, baru nanti dirapikan saat sampai di kos. Tapi mau bagaimana lagi, keadaan yang memaksa hal tersebut. Apalagi listrik dan air di UII saat itu mati total, jadi hanya orang=orang nekat saja yang tetap bertahan di sana.

Pandemi ini mengingatkan saya akan kejadian tersebut, dari mulai merapi mengeluarkan suara keras sampai rasa was-was ingin segera menyelamatkan diri. Ponsel tidak berhenti berdering saat itu, tetapi karena saya bersama teman kos terlanjur khawatir, terpaksa tidak sempat untuk menjawabnya. Semuanya berlalu sangat cepat dan tiba-tiba. Di jalanan sudah banyak terdengar bayi menangis dan anak-anak merengek ketakutan. Covid ini bisa di ibaratkan sebuah letusan gunung berapi. Perbedaannya, gunung berapi berasal dari alam, berita 1 menit yang lalu tentang bencana ini mungkin terjadi akan perbedaan yang besar di menit selanjutnya. 

Kapan Covid Berakhir ?

Pasti pertanyaan di atas menjadi pertanyaan utama bagi seluruh warga di dunia ini. Pendidikan kacau, bisnis kacau, pekerjaan banyak yang yang tertunda karena pandemi ini. Menurut saya pribadi, pemerintah seharusnya sadar bahwa dampak terbesar terdapat di bidang pendidikan.

Coba hitung, berapa siswa yang berusia di bawah 12 tahun dan belum bisa mendapatkan vaksin tetapi harus tetap bersekolah dan berkumpul dengan banyak orang. Jujur saya belum dan rencana ingin vaksin, jadi saya termasuk orang dewasa yang beresiko tertular penyakit ini. Bukankah seorang anak-anak seharusnya diberikan vaksin terlebih dahulu, karena kondisi imun tubuh mereka lebih lemah dibandingkan orang dewasa. Anak-anak masih membutuhkan belajar secara langsung dengan guru dibandingkan dengan para orang dewasa.

Jika tidak, proses seorang anak untuk mendapatkan ilmu pengetahuan dasar akan terganggu dan dampaknya mereka akan kebingungan untuk belajar karena sudah terbiasa menggunakan media berupa laptop atau ponsel pintar. Menggunakan teknologi untuk mempermudah belajar memang bagus, tetapi bagaimana jika listrik sedang padam? Bisa-bisa sang anak mengamuk karena tidak bisa menggunakan ponselnya. Jangan biarkan masa depan bangsa Indonesia tidak bisa memajukan negaranya hanya karena listrik padam dan pandemi penyakit ini.

Semoga pemerintah segera melakukan program untuk melakukan vaksinasi bagi anak-anak karena mereka lebih membutuhkan daripada orang dewasa. Diutamakan bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu, karena dapat dipastikan keadaan ekonomi orangtua mereka akan semakin rendah akibat pandemi ini. Kita sebagai orang dewasa mungkin bisa memberikan contoh yang baik untuk mereka dalam mencegah penularan covid ini. Bagi kita orang dewasa, jika belum mendapatkan vaksin atau melakukan tes covid, lebih baik di rumah saja, keluar cukup di sekitar rumah saja. Biarkan omongan dari orang lain, daripada nanti disalahkan karena menjadi penyebar virus ini. Semoga penyakit ini segera berakhir. Amiiiiin. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun