Dunia sedang berduka karena serangan terorisme yang terjadi di Selandia Baru pada 15 Maret 2019 kemarin. Serangan tersebut memakan korban sejumlah 50 umat muslim yang ditembak secara brutal ketika sedang menunaikan sholat Jumat di masjid Al-Noor dan masjid Linwood di kota Christchurch. Pelakunya dapat segera ditangkap dan teridentifikasi bernama Brendon Tarrant yang merupakan warga Australia.Â
Sebenarnya apa alasan di balik aksi tersebut?
Sebelum melakukan aksinya, sang pelaku melampiaskan amarahnya melalui video yang diunggahnya pada media sosial. Pelaku melakukan penembakan tersebut untuk melindungi masa depan kaum kulit putih yang mulai hilang karena banyaknya imigran masuk ke wilayah Selandia Baru. Hal ini merupakan dampak dari program imigrasi yang dibuat oleh Pemerintahan Selandia Baru sehingga memudahkan proses masuknya imigran-imigran untuk masuk ke wilayah Selandia Baru.Â
Pelaku Diduga Terinspirasi dari Permainan PUBG
Sebagian dari kita pasti masih asing dengan games Player Unknown's Battleground (PUBG). Permainan ini sebelumnya dirilis dalam versi PC , tetapi sekarang developernya sudah mengeluarkan versi mobilenya, sehingga bisa dimainkan lewat smartphone. Sebagian besar penggunanya adalah generasi milenial jaman sekarang, jadi wajar saja jika tidak semua orang mengetahuinya.Â
Banyak orang berpendapat bahwa pelaku terorisme di Selandia Baru terinspirasi dari permainan PUBG saat melancarkan aksinya. Dugaan tersebut diperkuat dengan pernyataan yang dikeluarkan sang pelaku yaitu, "Game melatih saya untuk menjadi pembunuh". Walaupun dia tidak menerangkan lebih lanjut nama games tersebut, tetapi banyak orang yakin bahwa pelaku terinspirasi dari games tersebut karena ingin bertahan hidup dengan cara menyingkirkan musuh-musuhnya, dalam hal ini yang dimaksud adalah para imigran.
Fatwa Haram MUI Jabar Terhadap PUBG
Menanggapi kejadian di Selandia Baru, Ketua MUI Jabar, Rahmat Syafei , menyatakan akan mempertimbangkan untuk mengeluarkan fatwa haram terhadap permainan PUBG. Pihak MUI Jabar akan melakukan analisa dan pengkajian terhadap permainan tersebut serta dampaknya. Jika banyak dampak negatif yang dihasilkan permainan tersebut, maka usulan fatwa haram penggunaan permainan PUBG akan disampaikan ke MUI pusat, sebagai pihak yang berwenang untuk mengeluarkan fatwa haram.
Pihak MUI Jabar khawatir dengan nasib generasi muda yang secara bebas bisa mengakses permainan tersebut tanpa batasan usia. Padahal menurut Peraturan Menteri Kominfo No 11 Tahun 2016 tentang Klasifikasi Permainan Interaksi Elektronik menjelaskan bahwa, permainan yang memperlihatkan adegan kekerasan hanya boleh dimainkan oleh pemain yang berusia 18 tahun ke atas. Tapi kenyataannya berkata sebaliknya, bukan hanya orang dewasa, anak kecil sudah mengenal permainan tersebut bahkan tanpa pengawasan orangtua.
Hal tersebut seharusnya bisa menjadi perhatian bagi semua pihak. Jika permainan tersebut dapat menimbulkan dampak negatif, bahkan mendorong seseorang untuk melakukan kejahatan, selain melarang penggunaan permainan tersebut, MUI bisa melakukan kerja sama dengan pihak Kemkominfo untuk melakukan pemblokiran games tersebut.