Mohon tunggu...
Rachmat PY
Rachmat PY Mohon Tunggu... Penulis - Traveler l Madyanger l Fiksianer - #TravelerMadyanger

BEST IN FICTION 2014 Kompasiana Akun Lain: https://kompasiana.com/rahab [FIKSI] https://kompasiana.com/bozzmadyang [KULINER] -l Email: rpudiyanto2@gmail.com l IG @rachmatpy @rahabganendra

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Limitless: Pesan Humanity Pil Super

24 September 2015   15:12 Diperbarui: 24 September 2015   15:35 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seorang lelaki berlari-lari diantara kerumunan kota. Di belakangnya aparat FBI mengejarnya. Hingga saat harus memutuskan menyeberangi lalu lintas padat kota Manchester membuatnya sejenak berhenti. Fokus, perhitungan ilmiah, mata, telinga, lalu berlari, membentuk garis lurus panjang sampai seberang dan tanpa menyenggol mobil satu pun. Berbeda dengan para pengejarnya yang susah payah menyeberang terhalang padatnya mobil.

‘Pelariannya’ mengantarkan ke subway. Memasuki lorong bawah tanah. Lolos? Hampir belum. Sebuah senjata di tangan seorang wanita, tertodong ke wajahnya. Wanita yang tak lain aparat FBI juga. Tertangkap? Belum. Ada suara kereta di kejauhan yang akan melintas. Dalam hitungan detik, saat wanita itu sedang menelisik ‘matanya,’ lelaki itu sekelebat lari menunju… rel yang ada kereta akan melintas! Tertabrak?

Belum. Seakan tindakan yang ceroboh, ternyata perhitungan cermat ada di kepala ‘jeniusnya’. Memandang tajam laju kereta api yang mengarah padanya. Kian mendekat… dan berhenti dalam jarak dekat. Lelaki itu dengan sigap kembali berlari dan … lolos!

Itu cuplikan di adegan awal film Limitless the Series. Film TV yang diangkat dari film layar lebarnya yang menangguk sukses di medio 2011. Opening yang cukup menarik, dan sengaja menawarkan teka-teki pada para penontonnya. Kenapa lelaki itu bisa sehebat itu?

*

Brian Finch, nama lelaki itu. Belakangan kisah bisa terangkai dari paparan awal film yang dibintangi Jake McDorman ini. Latar belakang hidup yang ‘nggak jelas’, terpuruk dan tak jelas masa depan. Namun dibalik kehidupannya yang tak terarah itu, Brian menyimpan karakter humanity. Dia sangat menyayangi keluarganya, terkhusus ayahnya. Kasih sayang anak terhadap ayahnya itu semakin terlihat jelas saat sang ayah sakit berat. Vonis hematokromatoris yang diidap ayahnya menjadi titik terbangunnya kisah humanity. Bagaimana cara membantu melepaskan penderitaan ayahnya itu? Sementara Brian merasa dia ‘bukan siapa-siapa’.

“Berkah’ datang saat Brian bertemu dengan sahabat lamanya, Eli di tempat kerjanya yang baru. Dan ‘kebaikan’ Eli memberikan ‘sesuatu’ padanya, selepas melihat Brian tertidur saat menunaikan pekerjaannya, menata dokumen. ‘Pil Super’ untuk memaksimalkan kemampuan otak dan syarat lebih maksimal. Singkatnya pil super yang disebut NZT-48 itu bereaksi baik. Brian dapat menyelesaikan tugas menata dokumennya, hanya 2 jam. Jauh dari waktu yang diberikan atasan wanita cantiknya selama 2 minggu. Semua gegara NZT-48, pil super itu. Selanjutnya pil itu mempengaruhi dan memberikan semangat baru pada Brian, terutama semangat untuk membantu ayahnya sembuh dari penyakitnya. Saya menangkap esensi utama dan pesan tentang kemanusiaan ini yang akan disampaian Limitless.

Kisah pun semakin dramatic dengan lakon utama pil supper NZT-48. Bagaimana efek pil itu membuat Brian mampu lolos dari kejaran FBI. Indera tubuhnya bekerja maksimal seperti dengan perhitungan tepat, ‘turun’ dari balkon tanpa tangga. Hingga kondisi dan situasi membawanya pada peristiwa pembunuhan Eli, sahabatnya yang member pil NZT-48 itu. Eli terbunuh! Dan rupanya tak lepas dari soal pil super itu.

Seperti kata pepatah “tak ada yang sempurna”, termasuk pil super yang ‘tak terbatas’ itu. Efek reaktifnya hanya berlangsung 12 jam, setelahnya? Brian mengalami dampak kesakitan yang luar biasa. Alhasil, Brian mau tak mau harus menemukan pil super lainnya. “Petualangan” melacak keberadaan NZT-48 itu mengantarkannya pada masalah yang kian rumit. Dicurigai membunuh Eli, hingga bertemu dengan orang-orang yang ‘bermain’ dengan pil super itu, seperti Jay Winston dan Adam Honeycutt. “pelarian’ Brian membawanya bertemu agen rahasia wanita FBI Rebecca Haris, yang kemudian saling bersinergi bantu membantu, termasuk Brian membantu kasus-kasus FB yang ditangani Rebecca itu.

Dari perkenalan itu lebih jauh, Rebecca mengetahui bagaimana kesungguhan tekad Brian menunaikan rasa kasih sayang terhadap ayahnya. Mungkin itu pula yang dilihat Rebecca saat menodongkan pistolnya ke Brian di Subway waktu itu. Mata yang mencerminkan seorang lelaki yang sedang memperjuangkan sesuatu yang baik. Dan sesuatu yang baik, menolong orangtuanya yang pernah gagal dilakukan Rebecca. Ayah Rebecca dikisahkan kecanduan pil NZT-48 yang mengakibatkan dirinya terbunuh. Rebecca tak mau itu dialami oleh lelaki di depannya, Brian Finch.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun