Mohon tunggu...
Rachmat PY
Rachmat PY Mohon Tunggu... Penulis - Traveler l Madyanger l Fiksianer - #TravelerMadyanger

BEST IN FICTION 2014 Kompasiana Akun Lain: https://kompasiana.com/rahab [FIKSI] https://kompasiana.com/bozzmadyang [KULINER] -l Email: rpudiyanto2@gmail.com l IG @rachmatpy @rahabganendra

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Arang-arang Jogjakarta

9 Mei 2017   21:31 Diperbarui: 9 Mei 2017   21:38 538
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Bakar iki Kang.”

“Yooo.”

“Ora nganggo gosong yooo.”

KANG Kajat bakul angkringan itu terkekeh. Sembari menjulurkan tangannya ke piring plastic kecil yang berisi sate ayam, tempe bacem, dan sate endhog puyuh. Itu kegemaranku. Lauk pendamping Sego kucing yang sekepal gak nyampe itu.

Itu salah satu memori yang paling kuiingat sejak menghirup udara Jogja setiap hari, selama kurun waktu 9 lebaran. 9 tahun yang tentu bukan waktu sebentar. Malam-malam yang tak dingin, namun secangkir kopi jahe khas Angkringan Kang Kajat di Samirono, siap sedia menghangatkan badan setelah seharian sibuk ngampus. Kuliah.

Kaki ‘jigang’ di dingklik (bangku) sudah menjadi andalan yang PeWe. Dan jangan pernah duduk di bangku dekat cerek yang kemebul itu. Itu udah pasti tempat paduka raja Rahtomo. Kawan berambut gondrong satu komunitas di Paragon plus kampus. Ritualnya adalah ‘swalayan’ memanggang sate kesukaannya, satu per satu, tak mau diganggu siapapun. Satu dibakar, satu pula langsung habis dinikmati.

Angkringan mangkubumi. Dok GANENDRA
Angkringan mangkubumi. Dok GANENDRA
Bangku sebelahnya jangan pernah juga aku bisa geser. Itu bangkunya Bodong. Kawan yang demen menyanyi ala Armand Maulana ‘Gigi.’  Itu kursi singgasananya. Tempat berhadapan dengan tumpukan tempe, bakwan, tahu, pisang goreng bertumpuk-tumpuk. Jangan heran nantinya pas saat mbayar, Kajat kaget. “Gorengan 45 biji,” katanya.  

Atau seperti halnya di kawasan bergengsi ala Malioboro (dulu), atau geser dikit ke jalan arah Tugu, deretan angkringan lesehan yang sering menjadi pilihan. Lesehan dengan mantan yang romantic teriring pengamen jalanan dengan vocal tak kalah dengan Andre Stinky #halahhh. Selonjoran, asap rokok kretek mengepul berpadu dengan pahit kopi ‘joss’ arang, diantara belain dingin malam angin dari arah Merapi.

Lesehan joss Mangkubumi. Dok GANENDRA
Lesehan joss Mangkubumi. Dok GANENDRA
Mengurai ruang-ruang social. Humanis dengan kakek asongan penjual tissue saat liburan lebaran 4 tahun lalu. Bertutur tentang semangatnya, kehidupannya, kenangannya dan cita-cita pupusnya. Yaaahhh seperti dulu,  interaksi sempurna antar otak-otak idealis ala anak kampus jadul, beriring dengan nafas-nafas ekonomis pelaku ekonomi perut kerakyatan angkringan.

Dok GANENDRA
Dok GANENDRA
Bersahajanya Paklik-paklik, kakang penjual yang merayu dengan tumpukan berjajar gorengan, jalinan sate ragam rupa ataupun sego kucing dengan pengikat karet gelang aneka warna. Karet gelang warna merah itu sego sambel teri. Ikatan dua karet itu sego kucing endhog/ telur, tiga karet itu sego kucing orek tempe.

Angkringan Dok GANENDRA
Angkringan Dok GANENDRA
Apa yang kurang?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun