Mohon tunggu...
Rachmat PY
Rachmat PY Mohon Tunggu... Penulis - Traveler l Madyanger l Fiksianer - #TravelerMadyanger

BEST IN FICTION 2014 Kompasiana Akun Lain: https://kompasiana.com/rahab [FIKSI] https://kompasiana.com/bozzmadyang [KULINER] -l Email: rpudiyanto2@gmail.com l IG @rachmatpy @rahabganendra

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kuliah Online, Solusi Kekinian Mencetak Sarjana Keren

3 Juni 2016   21:24 Diperbarui: 3 Juni 2016   22:02 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustasi. Sumber http://cdn-2.tstatic.net/pontianak/foto/bank/images/kuliah-magister.jpg

Para mahasiswanya adalah para pekerja (ada yang kelas regular tersendiri) dikelompokkan. Ada yang berprofesi sebagai guru Taman Kanak-kanak (TK) dan juga guru Sekolah Dasar (SD). Ternyata peminat untuk melanjutkan studi di Batam, Tanjung Pinang, Kepulauan Riau cukup banyak. Khususnya dari pulau-pulau sekitar. Maklum banyak tenaga guru yang ternyata belum memegang ijazah Sarjana S1.

Alternatif kuliah di UT menjadi salah satu jawabannya. Pasalnya mereka adalah pekerja, waktunya terbatas, sisi geografis di Kepri yang kepulauan butuh waktu lebih banyak saat datang ke kampus konvensional yang umumnya ada di Batam. Sementara mereka banyak yang tinggal di pulau-pulau terpencil, dengan transportasi air yang memakan banyak waktu. Contohnya ada seorang guru SD yang tinggal di Pulau Pecong, yang jauh dari Batam. Bayangkan jika mereka kuliah di Perguruan Tinggi konvensional di Batam, mereka mustahil mondar-mandir setiap hari.  Pastinya karena jarak tempuhnya jauh. Dan pilihan kuliah di UT salah satunya karena sistem online. Tatap muka hanya jika mengikuti kelas tambahan yang sifatnya tak diwajibkan.

Ada beberapa hal yang menarik saat menjalani belajar kuliah online. Karena pada siang hari saya bekerja, maka praktik kuliah online di UT ini saya lakukan di malam hari, setiap malam. Saya diberi akses log in yang memang khusus diberikan pada para tutor. Setelah log in saya bisa melakukan interaksi dengan mahasiswa yang mata kuliahnya saya ampu. Salah satunya adalah mata kuliah Pancasila dengan mahasiswa pesertanya seribu lebih!

Mereka dari tempat yang berbeda-beda bahkan dari orang Indonesia yang bekerja diluar negeri. Rerata TKI. Salut juga mereka masih banyak yang berkemauan keras kuliah.

Interaksi yang kulakukan banyak, diantaranya adalah diskusi. Salah satunya setiap minggu saya membikin tema untuk didiskusikan melalui ‘forum’ yang bisa dibikin di software tersebut. Di sini mahasiswa bebas berinteraksi, sifatny sharing menambah pengetahuan dan wawasan terkait mata kuliah. Ada juga tugas-tugas yang saya berikan, tentu secara online. Ada fitur khusus yang memang disediakan dan cukup user friendly. Mudah dioperasikan oleh mahasiswa yang bahkan gaptek sekali pun. Mudah dipelajari. Sooo, begitulah cara kami belajar bersama.

Namun ada kekurangan dalam melakukan proses belajar online itu, yakni saat jumlah mahasiswa tak sebanding dengan jumlah tutor. Akibatnya terkadang jika ada mahasiswa yang super aktif online, jika jumlahnya banyak, tutor/ saya keteteran. Lagi-lagi juga masalah waktu. Bayangin jika 20 mahasiswa yang aktif mengajukan pertanyaan dan sebagainya, sungguh butuh waktu banyak. Nah, jumlah mahasiswa yang sekitar 1700 sekian yang mengambil mata kuliah Pancasila pada satu semester, menjadi kesusahan meresponnya. Apalagi itu masa pertama kuliah online. Kasihan juga mahasiswa yang terlewat merespon.  Satu lagi, akses internet menjadi kendala juga, saat lemot atau ada gangguan, jadinya mengganggu proses kuliah onlinenya.

Berkaca dari kejadian di awal mengampu mata kuliah tersebut, saya mengusulkan untuk dibuat jumlah ideal mahasiswa per tutor. Agar bisa tertangani dengan baik, tentu saja agar kualitas pembelajaran online bisa lebih baik karena semua mahasiswa terakomodir proses belajarnya.  Hingga kemudian para tutor yang mengampu mata kuliah apa pun, dibatasi jumlah mahasiswanya dengan ketentuan yang berbeda-beda.

Nah kesimpulan saya, kuliah online yang harus diperhatikan adalah soal jumlah mahasiswa yang ideal dalam ‘kelas’ online. Juga software yang tepat dan akses internet yang representatif untuk menunjang pengajar-pengajar yang harus berkualitas juga. Hasilnya tentu akan sebanding.

Kuliah Online ala HarukaEdu

Nah mendengar tentang HarukaEdu yang dikomandani oleh CEO HarukaEdu, Novistiar Rustandi saat acara "Kompasiana Nangkring bersama HarukaEdu," Sabtu, 30 April 2016 di Pomelotel, Jl. Dukuh Patra Raya No. 28, Kuningan, Jakarta Selatan, sangatlah menarik. Inilah  salah satu perusahaanstart-up yang memiliki program e-learning, dan mengembangkan kuliah online.

HarukaEdu berdiri atas latar belakangadanya data statistic sebanyak 111 juta orang yang bekerja hanya 8 juta yang memiliki gelar sarjana. 30 Juta diantaranya memiliki pendidikan SMA dan Diploma 3. Kalangan itu bekerja di level bawah dengan gaji UMR. Padahal untuk memperoleh gaji tinggi, banyak perusahaan mensyaratkan pekerja dengan pendidikan sarjana. Meski belum tentu sarjana memiliki skill lebih baik dari pekerja lulusan SMA, mungkin menang di pengalaman kerja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun