(1)
Seberapa paham kita mendengar slogan-slogan kebaikan
mengalun melalui gendang telinga mengisi benak ingatan
menuju kedalaman hati
merasuk lubuk sanubari
dari rumah-rumah suci
dari rahim-rahim bumi
dari malam-malam doa
dari hening subuh saga
tapi, masak iyaa
kita ngitung berapa banyak kita berbuat baik dan benar
tapi, masak iyaa
kita ngitung berapa banyak kesalahan orang-orang berseberangan
(2)
Seberapa lama kita tahu, adab budaya dan keyakinan tak sama
bercium tanah di satu pertiwi nusa
bersembah dengan panji-panji keyakinan berbeda
dari buku-buku masa sekolah lama
dari guru-guru bijak di kelas mulia
dari surau-surau di remang senja
dari gereja, klenteng dan barisan pura
tapi, masak iyaa
kita masih bertanya
Tuhanmu yang mana?
tapi, masak iyaa
kita menghujat
jalan Langitmu adalah neraka
tapi, masak iyaa
kita saling klaim
aku adalah tuhan, kamu bukan
(3)
Seberapa menep jiwa kita bersemayam
kala partikel-partikel kasih sayang dan cinta, tak perlu lagi diajarkan
saat halaman-halaman kebaikan, khatam di penutup buku
saat gita-gita suci tlah lekat di benak luar kepala
saat puja-puji terlanggam tanpa henti
tapi
masak iya
perilaku kita sontoloyo
bernafsu dengki
Tuhankan ambisi
(4)
Seberapa dalam kita tahu, bahwa kita tak berdaya
bertakdir lahir dimana
turun dan hidup di dunia yang mana
siapa bisa meminta
lalu, mengapa kau teriakkan, “kulitmu bikin celaka!”
mengapa kau pekikkan, “Timurmu sesat, Baratku rahmat!”