Mohon tunggu...
raframa yahya
raframa yahya Mohon Tunggu... -

Saellvertu I IR UA'15

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Penyihir Cilik dari Wilayah Terpencil

20 Februari 2016   16:36 Diperbarui: 20 Februari 2016   17:09 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bila masyarakat dapat menemukan anak-anak kurang gizi maupun busung lapar di wilayah terpencil di Indonesia, lain lagi dengan apa yang bisa ditemukan di wilayah pedalaman Afrika. Ribuan anak-anak dituding sebagai penyihir dan diperlakukan semena-mena. Entah apa yang mendasari tudingan masyarakat terhadap anak-anak kecil tersebut, namun kasus menelantarkan anak-anak karena tudingan penyihir ini merupakan luar biasa.

Terlebih lagi di wilayah Nigeria. Foto Anja Ringgren Loven, pendiri Lembaga Bantuan Pendidikan dan Pembangunan Anak-Anak Afriaka (ACAEDF) yang sedang memberi minum pada seorang anak kecil berumur sekitar 2 tahun bertubuh dekil sempat menjadi viral di dunia maya beberapa hari lalu. Bocah lelaki dengan tubuh kurus kering dan luka di beberapa bagian tubuhnya itu langsung diberi perawatan oleh Loven.

Hope, nama yang disematkan Loven pada bocah tersebut bertahan hingga delapan bulan dengan air dan sampah-sampah di jalanan. Yang lebih mengenaskan lagi, beberapa bagian tubuh Hope bahkan sudah dimakan cacing. Hope diselamatkan Loven di Kota Uyo, Negara Bagian Akwa Ibom, Nigeria, dengan masyarakat yang memandangnya keheranan karena masyarakat sudah memandang Hope sebagai penyihir yang harus dihindari dan dijauhi. Pada 12 Februari, Loven menulis di akun Facebook-nya bahwa kondisi Hope sudah sangat membaik meski harus menerima transfusi darah tiap hari.

Kasus tudingan tanpa bukti dapat menunjukkan bahwa kurangnya pendidikan budi luhur dan kemasyarakatan. Kasus ini biasa terjadi dan diawali dengan sikap gegabah yang berlanjut pada tindakan yang didasari dengan emosi. Hingga mengakibatkan adanya korban yang bahkan tidak seharusnya dihabisi dan disakiti. D

apat dikatakan bahwa kasus seperti Hope tidak akan terjadi di Indonesia, namun kasus-kasus sejenis Hope dapat ditemukan di beberapa wilayah terpencil di Indonesia. Bila kasus Hope dikembalikan pada masyarakat Indonesia sendiri, adalah tiap individu harus mampu mengumpulkan bukti yang menguatkan argumennya sebelum memutuskan apa yang harus dilakukan. Kembali lagi pada sifat dasar manusia yang tidak pernah puas dan selalu ingin menang. Yang ditekankan disini adalah bagaimana tiap individu mampu menghargai hak asasi tiap manusia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun