Mohon tunggu...
Ahmad Rafli Rumbati
Ahmad Rafli Rumbati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Membaca, menulis dan berdiskusi

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pengesahan RKUHP, Manifestasi dari Arogansi Kekuasaan

9 Desember 2022   15:10 Diperbarui: 23 Desember 2022   15:37 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pengesahan Rkuhp: Manifestasi Dari Arogansi Kekuasaan

Pada hari, Rabu 7 desember 2022 Revisi kitab undang-undang hukum pidana (RKUHP)mulai disahkan oleh badan legislative namun sangat disayangkan muatan RKUHP tersebut masi menimbulkan kontroversi pada beberapa ketentuan pasalnya

Sebagai pengantar penulis perlu menyampaikan bahwa; Kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) merupakan salah satu sumber hukum bersifat formil yang berlaku diindonesia. Dikatakan bersifat formil karena sumber hukum tersebut dikenal dari bentuknya yang berupa undang-undang dalam bentuk terkodifikasi (terbukukan) berbeda halnya dengan sumber hukum materil yang dikenal dari isinya yang akan menentukan isi dari pada sumber hukum formil. KUHP terdiri dari 3 buku yaitu; Buku 1 membahas ketentuan umum, Buku 2 membahas kejahatan, dan Buku 3 membahas pelanggaran. Kuhp merupakan produk hukum warisan colonial belanda yang kemudian oleh para pendiri bangsa diambil dan kemudian disesuaikan dengan nilai-nilai bangsa Indonesia.

Kitab undang-undang hukum pidana digunakan sebagai sumber hukum dalam mengadili setiap kejahatan maupun pelanggaran yang dilakukan oleh setiap orang diindonesia yang dianggap telah cakap hukum. Dalam kuhp termuat 1251 pasal yang memuat ketentuan-ketentuan yang jika dilanggar akan dikenakan sanksi.

Seiring dengan perekembangan jaman kuhp dituntut untuk harus beradaptasi agar isi yang termuat didalamnya tidak termakan waktu atau dengan kata lain ketinggalan zaman sehingga tidak dapat lagi digunakan sebagai sumber hukum. Akibat tuntutan zaman KUHP kemudian harus direvisi, kegiatan perevisian telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia sejak tahun 1970 dan tepat rabu 7 desember 2022 RKUHP kemudian secara resmi disahkan oleh badan legislative dengan persetujuan dari presiden dengan 628 jumlah pasal.

Namun meskipun Revisi kitab undang-undang hukum pidana telah disahkan, timbul kontroversi terhadap beberapa ketentuan pasal yang termuat didalamnya, pasal-pasal kontroversi tersebut menurut hemat penulis tidak mencerminkan tujuan dari hukum pidana, baik itu yang termuat dalam teori klasik maupun teori modern. Pasal-pasal tersebut adalah sbb:

-PASAL 240 AYAT 1: "setiap orang yang dimuka umum baik dengan lisan maupun tulisan menghina pemerintah atau Lembaga negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6(enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II (Rp 10 juta)

Menurut penulis pasal tersebut menimbulkan keambiguan makna pada beberapa unsur deliknya, misalnya pada kata menghina, kita tahu bahwa menghina dan mengkritik adalah dua kata yang secara makna berbeda namun dalam prakteknya selalu disamakan serta sulit dibedakan. Yang dikhawatirkan adalah kata menghina tersebut akan dimanfaatkan oleh Lembaga-lembaga kekuasaan untuk membungkam setiap kritik yang dilontarkan oleh masyarakat sebagai konsekuensi dari tidak dapat dibedakannya dengan kata mengkritik
Selain itu maksud pemerintahan atau Lembaga negara juga menimbulkan keambiguan makna, Pada dasarnya kita tahu pemerintah itu dipilih dan diangkat oleh masyarakat dengan tujuan untuk menyelesaikan segala persoalan dan memenuhi apa yang menjadi kepentingan masyarakat, dan sudah barang tentu masyarakat memiliki keharusan mutlak untuk menegur pemerintahanan jika apa yang menjadi tujuannya tidak dapat diwujudkan. Selain itu penghinaan sebetulnya lebih diarahkan kepada person atau pribadi masing-masing orang, pemerintah atau Lembaga negara bukanlah sesuatu yang bersifat subjek atau pribadi, melainkan sesuatu yang bersifat objek atau benda sehingga sangat tidak masuk akal jika diakatakan menghina pemerintahan.

-PASAL 218 : setiap orang yang dimuka umum meyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri presiden dan/atau wakil presiden, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV (Rp 200 juta)

Sebagaimana halnya dengan pasal sebelumnya, pasal 218 juga menimbulkan keambiguan makna pada unsur deliknya, misalnya pada kata presiden atau wakil presiden. Kata tersebut menimbulkan kebingunan dan multi tafsir, presiden yang dimaksud apakah presiden sebagai kepala negara dan pemerintahan ataukah presiden sebagai pribadi dan subjek, begitu pun dengan wakil presiden.
pada dasarnya kritik yang disampaikan oleh masyarakat kepada presiden maupun wakil presiden merupakan bentuk evaluasi terhadap setiap kinerja yang dilakukan, sehingga dengan adanya evaluasi diaharapkan akan timbul perbaikan-perbaikan yang mana semuanya demi untuk kepentingan masyarakat dan pemerintahan itu sendiri. Selain itu kritik yang disampaikan merupakan manivestasi dari kebebasan dan hak manusia sebagai mahluk yang berpikir, tidak seorangpun yang diperbolehkan untuk menghalanginya. Hak untuk berbicara dan megemukakan pendapat merupakan perbuatan yang telah dijamin keberlakuannya dalam UUD sehingga setiap usaha-usaha untuk menghalanginya merupakan bentuk pelanggaran terhadap UUD sebagai konstitusi

-PASAL 256: Setiap orang yang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada yang berwenang mengadakan pawai, unjuk rasa, atau demonstrasi dijalan umum atau tempat umum yang mengakibatkan terganggunya kepentingan umum, menimbulkan keonaran atau huru-hara dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II (Rp 10 juta)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun