Mohon tunggu...
Mohd Rafi Riyawi
Mohd Rafi Riyawi Mohon Tunggu... Dosen - Dosen STAI Hubbulwathan Duri

Tertarik menganalisa kejadian-kejadian hukum Islam kontemporer, politik dan Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Universitas Terbuka Vs Kelas Jauh, Apakah Keduanya Berbeda?

13 Februari 2020   13:16 Diperbarui: 13 Februari 2020   20:33 2490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Perguruan Tinggi. (Sumber: KOMPAS/JITET)

Pendidikan adalah kebutuhan pokok manusia. Manusia dituntut untuk memiliki ilmu pengetahuan agar tidak terjerumus ke jurang kebodohan. Menuntut ilmu bisa dimana saja dan kapan saja tidak terbatas ruang dan waktu. 

Islam telah mengajarkan bahwa menuntut ilmu itu dimulai dari ayunan sampai ke liang lahat. Perspektif ini yang harus dijalankan oleh manusia yang dibekali akal oleh Sang Pencipta.

Terkait tidak adanya batas ruang dan waktu dalam belajar menunjukkan bahwa setiap jiwa harus memiliki semangat belajar kapan saja. Kita tentu pernah mendengar seorang nenek berusia 90 tahunan mampu menyelesaikan pendidikan kesarjanaannya.

Di lain berita, kita juga mendengar ada yang memiliki banyak gelar kesarjanaan karena ingin terus belajar. Banyak sistem pendidikan yang bisa diikuti. Dengan teknologi yang semakin maju, tentunya semakin memudahkan untuk memperoleh pengetahuan yang diinginkan.

Saat ini, ribuan perguruan tinggi di Indonesia menawarkan sistem pendidikan yang bisa dipilih oleh masyarakat. Ada yang menawarkan sistem tatap muka dan ada pula sistem modulasi.

Terkait dengan sistem ini, penulis tergelitik dengan artikel pak Anis Masykur (2013) yang saat itu menjabat sebagai Kasi Pembinaan Kelembagaan Subdit Kelembagaan Diktis di halaman artikel Diktis tentang larangan membuka kelas jauh.

Dalam argumentasinya beliau mengatakan bahwa pendidikan kelas jauh proses pendidikannya tidaklah benar. Hal ini dikarenakan sistem kelas jauh cenderung merapelkan dan mengurangi waktu tatap muka. Di satu sisi pendapat beliau benar, bahwa banyak terjadi praktek 'jual-beli' ijazah dengan tidak pernah mengikuti perkuliahan.

Namun, menggeneralisasikan semua perguruan tinggi yang menyelenggarakan kelas jauh akan berdampak terjadinya praktek jual-beli ijazah, juga tidak benar. 

Apalagi dengan sistem pelaporan PD-Dikti yang bisa memantau perkembangan keaktifan mahasiswa berkuliah. Tidak sembarangan lagi perguruan tinggi mencari celah dan mengolah sistem nilai dan menerbitkan ijazah bagi mahasiswa yang tidak menempuh jenjang perkuliahan.

Sebenarnya menurut pendapat penulis, larangan menyelenggarakan kelas jauh bagi perguruan tinggi adalah untuk memuluskan jalan terselenggaranya perkuliahan di Universitas Terbuka. Sampai saat ini penulis belum menjumpai ada mahasiswa Universitas Terbuka yang mengikuti perkuliahan di dalam kelas kecuali hanya pada saat ujian.

Di laman website-nya sendiri  secara terang-terangan menyebutkan bahwa Universitas Terbuka menyelenggarakan pendidikan dengan sistem 'tidak tatap muka', melainkan menggunakan media, baik media cetak (modul) maupun media non-cetak (audio/video, komputer/internet, siaran radio, dan televisi).

Di lain pihak, banyak juga perguruan tinggi yang mengadakan kelas jauh dengan sistem tatap muka dan mengikuti aturan perkuliahan yang telah ditetapkan. Tidak tertutup kemungkinan ada yang menyimpang, namun menggeneralisasikan larangan kelas jauh untuk semua perguruan tinggi tidaklah bijak. Penulis beranggapan terjadi diskriminasi dalam kebijakan sistem perguruan tinggi di negeri ini.

Universitas Terbuka yang jelas tidak menyelenggarakan kelas tatap muka dimuluskan oleh pemerintah, sedangkan perguruan tinggi lain yang membuka kelas jauh tapi memakai sistem tatap muka dilarang.

Tidakkah terpikirkan oleh pemangku kepentingan terutama di Kementerian Agama dalam hal ini Dirjen Pendidikan Tinggi Islam bahwa kebijakan tersebut malah merugikan pihaknya?

Karena dengan menjamurnya UT sampai ke pelosok-pelosok menyebabkan berkurangnya calon mahasiswa Perguruan Tinggi Agama Islam di daerah. Bisa dilihat saat ini masyarakat lebih cenderung memilih UT karena tidak perlu berlelah-lelah masuk ke lokal untuk belajar.

Hanya dengan berbekal modul mereka bisa jadi sarjana. Di lain pihak, tuntutan kementerian agama agar Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Swasta (PTKIS) dibawah naungannya seluruhnya menjadi institut harus disikapi.

Tidak banyak yang mampu mengakomodir tuntutan tersebut. Faktor utamanya adalah pembiayaan yang semakin membengkak dengan menambah personil manajemen sedangkan jumlah mahasiswa sedikit.

Kondisi ini mesti disikapi oleh pemberi kebijakan. Keadilan dalam memberikan ilmu kepada masyarakat mesti dikedepankan. Ada beberapa poin saran penulis kepada pemerintah terkait permasalahan ini:

Pertama, secara impelementasi tidak ada perbedaan antara Universitas Terbuka dengan Kelas Jauh. Bahkan masih banyak perguruan tinggi yang akan menyelenggarakan kelas jauh mengadakan tatap muka dalam perkuliahannya, tidak sekedar mengeluarkan ijazah.

Kedua, peranan kopertis dan kopertais harus dimaksimalkan dengan terus memberikan pemantauan dan pengawasan kepada perguruan tinggi yang akan menyelenggarakan kelas jauh.

Tidak hanya menerima laporan perkembangan secara berkala saja, namun harus turun ke lapangan untuk memantau ada atau tidaknya mahasiswa yang berkuliah di perguruan tinggi tersebut.

Ketiga, mahasiswa yang kuliah di perguruan tinggi yang berada di daerah didominasi oleh para pekerja yang hanya memiliki waktu luang pada Sabtu dan Minggu. Penyelenggaraan perkuliahan pada hari tersebut lebih afdhal daripada perkuliahan dengan sistem modul.

Keempat, kebijakan tentang larangan menyelenggarakan kelas jauh semestinya dibarengi dengan larangan menyelenggarakan sistem perkuliahan di Universitas Terbuka karena ada indikasi terjadinya diskriminasi terhadap perguruan tinggi lainnya.

Semoga sistem penyelenggaraan pendidikan tinggi di negeri ini akan semakin baik dengan penerapan kebijakan yang berkeadilan untuk semua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun