Mohon tunggu...
Muhammad Rafiq
Muhammad Rafiq Mohon Tunggu... Jurnalis - Bersahabat dengan Pikiran

Ketua Umum Badko HMI Sulteng 2018-2020 | Alumni Fakultas Hukum Universitas Tadulako | Peminat Hukum dan Politik | Jurnalis Sulawesi Tengah

Selanjutnya

Tutup

Politik

Bagaimana Pandemi Bekerja

12 Juni 2020   18:54 Diperbarui: 12 Juni 2020   22:47 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akhir - akhirnya ini masyarakat banyak mengonsumsi informasi terkait Covid-19. Tentu banyak pertanyaan di benak saya. Apa yang sedang terjadi, bagaimana dan dari mana semua informasi diperoleh? Sejauh mana tingkat akurasinya?Ini penting untuk diketahui. 

Sampai saat ini seruan Stay at home atau di rumah saja masih berlaku. Meski sebagian besar daerah menerapkan new normal, masih ada kekhawatiran akan penularan virus. Ditambah lagi analisis para pakar belum bisa memastikan sampai kapan pandemi covid-19 berakhir.

Karena situasi ini, masyarakat terdorong menggali informasi baik televisi, media online maupun cetak. Mereka punya banyak waktu untuk itu. Bahkan, berdiskusi langsung dengan sahabat bisa melalui online. 

Bagi saya ini barang penting. Karena jawabannya mengarahkan pandangan kita terhadap masa depan dunia informasi. Bahkan juga optimisme akan kehidupan yang normal seperti sediakala, tanpa virus dan tanpa kegamangan.

Selama ini Informasi terkait Covid-19 sangat banyak. Tapi ada persoalan yang menurut saya lebih menarik diulas. Kendati begitu, bukan berarti informasi tentang vonis pelaku penyiraman Novel Baswedan jadi kurang menarik, begitu juga sepak terjang Menteri BUMN Erick Thohir akhir - akhir ini banyak memangkas jabatan strategis di lingkup perusahaan plat merah itu. 

Sebenarnya kata pengantar dari jawaban  atas banyaknya pertanyaan tentang konsumsi informasi saat ini, bisa kita temui pada pola masyarakat dalam mencari informasi. 

Pekan lalu hasil penelitian MarkPlus menunjukan adanya perubahan kebiasaan masyarakat dalam mengkonsumsi konten dan platform media sebelum dan selama pandemi terkait Covid-19. 

Salah satu perbedaan yang paling mencolok adalah cara mereka memastikan kebenaran melalui metode klarifikasi. Konten dari platform media - media konvensional jadi sarana memastikan informasi yang didapat. Jika sumbernya bukan dari sana, mereka masih belum  percaya dengan informasi yang beredar.

Apalagi kontennya berisi analisis, data dan peristiwa di satu daerah. Mengapa harus media konvensional ? penelitian ini mengatakan dipengaruhi oleh arus informasi hoaks yang  banyak berseliweran. Akibatnya media digital berlabel dewan pers juga ikut terpengaruh, walaupun persentasenya sangat sedikit. Meski begitu, tingkat kepercayaan terhadap media digital ini tidak berkurang. Di sisi lain, media digital yang diketahui telah teruji dan terpercaya, tetap menjadi pilihan masyarakat. 

Selain itu, media televisi juga jadi sarana masyarakat mencari keyakinan atas kebenaran dari informasi media - media konvensional. Ternyata mereka menerapkan metode perbandingan. Cara ini efektif  untuk mendapatkan informasi yang akurat. Selain itu, dalam kondisi pandemi, informasi audio visual menjadi pilihan selama di rumah.

Posisi media konvensional sebagai sarana utama menggali informasi terkait Covid-19 saat ini, Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kemenkominfo, Ahmad Ramli, mengatakan Iinformasi dari media konvensional sudah pasti tidak hoaks. Alasannya, ada tahapan seleksi ketat hingga bisa dinyatakan layak terbit. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun