Mohon tunggu...
Muhammad Rafiq
Muhammad Rafiq Mohon Tunggu... Jurnalis - Bersahabat dengan Pikiran

Ketua Umum Badko HMI Sulteng 2018-2020 | Alumni Fakultas Hukum Universitas Tadulako | Peminat Hukum dan Politik | Jurnalis Sulawesi Tengah

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Sikap Progresif Kepala Daerah dalam Pandemi

9 Mei 2020   01:45 Diperbarui: 15 Mei 2020   22:41 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah seorang penumpang melakukan penyemprotaN desinfektan di Bandara Sis al Jufri. FOTO: DOK.PRIBADI

Misalnya berkunjung ke pasar harus menggunakan masker, tidak berkerumun, dan pastikan bagian tubuh yang menjadi media penularan virus tetap bersih. 

Meski sudah dilakukan berbagai upaya, justru pengaruhnya tidak terlalu besar. Kesigapan daerah melakukan pembatasan dan pengetatan di pintu perbatasan, menerapkan batas waktu aktivitas sosial, dan upaya lainnya mampu menekan jumlah kasus. Tapi sekali lagi, tidak menjamin daerah itu terhindari dari kasus pasien positif.

Nah, melihat apa yang dilakukan pemerintah saat ini sudah tampak mulai kewalahan. Lantas pemerintah memperbolehkan lagi akses pintu masuk dibuka. Ambil contoh Kabupaten Tolitoli, Provinsi Sulawesi Tengah. 

Saat itu Bupati Tolitoli mengambil langkah melakukan local lockdown atau karantina wilayah pada akhir Maret 2020. Sejak saat itu hingga memasuki awal Mei, kasus pasien potitif belum ada sama sekali. 

Bisa dibilang berhasil. Tapi Pusat Data dan Informasi (Pusdatina) Covid-19 Sulteng merilis per 6 Mei 2020, justru jebol dengan jumlah 5 pasien.  Itu artinya, pembatasan pada pintu masuk saja tetap tidak efektif. Walaupun juga penerbangan komersil difungsikan mengangkut hasil sampel swab atau barang.

Pindah ke Provinsi Papua. Sejak bandara tidak diperbolehkan beroprasi menerima penumpang pada 26 Maret 2020 lalu, hingga saat ini Jumat 9 Mei 2020 jumlah pasien positif Covid-19 sebanyak 265 kasus. Sekarang, Kementerian Perhubungan mengizinkan seluruh moda transportasi mengangkut penumpang, tak terkecuali transporasi udara.  

Jauh sebelumnya bandara tetap beroprasi meski ada pengawasan ketat terhadap para penumpang. Ini dilakukan karena kasus di Indonesia merupakan kasus impor. Sekarang situasinya berubah jadi transmisi lokal. Kemudian disusul analisis epidemic bahwa bandara menjadi salah satu pintu masuk virus. 

Alhasil, seluruh masyarakat diimbau untuk menjalani isolasi mandiri setelah berkunjung dari suatu daerah mana pun. Mitigasi ini juga ditujukan kepada para Aparatur Sipil Negara (ASN) dengan tidak bepergian ke luar daerah selama pandemi.  Hasilnya pasien positif tetap menolonjak naik. Tapi ini efektif. Setidaknya karena trend kasus tampak landai. 

Melihat kondisi ini, setiap Kepala Daerah memilih mengambil langkah progresif menyelamatkan warganya dari penyebaran virus, berupa usulan penundaan bandara beroprasi kembali untuk sementara waktu hingga situasi membaik.

Sikap menolak ini adalah sikap yang patut dihargai. Meskipun agak dilematis karena masalah ekonomi, tapi urusan nyawa tidak boleh main-main. Menolak bukan berarti melawan, tapi demi nyawa manusia. Apalagi belum ada vaksin sampai hari ini.

Sampai saat ini belum ada data resmi berapa kepala daerah yang menolak bandara beroprasi.  Baru baru ini Gubernur Sulteng menolaknya hingga 1 Juni 2020. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun