Mohon tunggu...
Muhammad Rafiq
Muhammad Rafiq Mohon Tunggu... Jurnalis - Bersahabat dengan Pikiran

Ketua Umum Badko HMI Sulteng 2018-2020 | Alumni Fakultas Hukum Universitas Tadulako | Peminat Hukum dan Politik | Jurnalis Sulawesi Tengah

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Akhirnya Memutuskan "Local Lockdown", Salah Siapa?

31 Maret 2020   22:12 Diperbarui: 1 April 2020   01:07 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy bersama Kementerian Kesehatan tengah membahas Peraturan Pemerintah terkait Karantina Wilayah.

Dalam penerapannya, untuk skala kabupaten/kota atau provinsi yang dapat disetujui adalah PSBB. Sedangkan karantina wilayah bisa dilaksanakan dalam cakupan lebih kecil, misalnya setingkat RT, RW, hingga kelurahan. K

ewenangan karantina wiayah dalam lingkup kecil itu diserahkan kepada pemerintah daerah dan akan diatur secara detil di dalam PP Karantina Wilayah. Bukan hanya itu, regulasi yang sedang digodok juga banyak mengatur seluk beluk soal social distancing dan sebagainya demi alasan kesehatan.

Mengenai durasi masa karantina, Lembaga Biologi dan Pendidikan Tinggi Eijkman Kementerian Riset dan Teknologi menjelaskan bisa dilakukan berkisar 3 hingga 7 hari. Bahkan bisa  mencapai 14 hari hingga 20 hari dan sebulan. Jika potensi penularan dianggap masih ada, maka bisa diperpanjang hingga 2-3 bulan.

Setelah ada kabar baik itu, lantas bagaimana nasib kepala daerah yang sudah terlanjur mengambil keputusan. Inisiatif para kepala daerah tentu tidak bisa disalahkan begitu saja.  

Perlu dipahami, bukan ingin tampil progresif di tengah tidak adanya regulasi atau mitigasi yang jelas dalam menghadapi ancaman virus di wilayahnya. Melainkan sebagai upaya menjaga wilayahnya dari wabah virus yang hingga kini tak mampu dikendalikan negara mana pun itu. Walau pun harus menghadapi gejolak penolakan dari warganya sendiri atas kebijakan yang dinilai semena-mena menghentikan aktivitas dan mata pencahariannya.  

Sebenarnya mereka meyakini kebijakan bersifat lokalitas itu bertabrakan dengan kebijakan pemerintah pusat. Tapi dalam kondisi serba tidak menentu serta ancaman bahaya kemanusiaan, tentu pemangku kebijakan tidak mau tinggal diam melihat virus mengancam masa depan warga di wilayahnya. 

Andaikan tidak ada inisiatif local lockdown, mungkin sudah banyak warganya menjadi korban atas kekejaman virus asal China ini.  Kalau sudah begini kondisinya, siapa yang salah?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun