Mohon tunggu...
Muhammad Rafiq
Muhammad Rafiq Mohon Tunggu... Jurnalis - Bersahabat dengan Pikiran

Ketua Umum Badko HMI Sulteng 2018-2020 | Alumni Fakultas Hukum Universitas Tadulako | Peminat Hukum dan Politik | Jurnalis Sulawesi Tengah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menguji Kecerdasan Pemerintah

28 November 2018   19:50 Diperbarui: 28 November 2018   20:14 385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://m.pulsk.com/645267/

Halo para pembaca yang cerdas, masih ingatkan kalian dengan mata pelajaran era 70-an? Atau masih ingatkah kalian dengan permainan pancasila lima dasar? Yap, permainan ini ada kaitannya dengan mata pelajaran pancasila yang dulu pernah ada.

Berita gembira sekaligus hadiah buat rakyat Indonesia yang sangat mencintai Pancasila. Beberapa waktu akan datang, mata pelajaran lagendaris yang sempat terkubur lama akan bangkit kembali. Apa itu? Ya benar, siapa lagi kalau bukan Pendidikan Moral Pancasila (PMP).

Pancasila yang ada dalam PMP tidak "jatuh dari langit" begitu saja. Proses dealiktika menjadi ruang bagi lahirnya pancasila sebagai dasar negara yang kini ditanggalkan banyak orang.

Jauh sebelum Soekarno berpidato di Sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) tanggal 1 Juni 1945,  sudah memiliki gagasan tentang dasar negara apa yang cocok untuk bangsanya. Sesampainya dimimbar penentuan, perdebatan berkepanjangan terjadi. Opsi Soekarno tentang dasar negara bernama Pancasila dengan lima sila yakni Kebangsaan, Internasionalisme, Mufakat, Kesejahteraan, dan Ketuhanan tidak berjalan mulus. Meski begitu, Soekarno menawarkan opsi kedua yang terdiri dari Sosio Nasionalisme, Sosio Demokrasi, dan Ketuhanan. Kalau pun belum menemui titik final, ada opsi ketiga yakni dasar dari semua sila Pancasila, hanya ada satu semangat, yakni gotong royong.

Proses dealiktika terjadi tarik-menarik antara kekuatan nasionalis sekuler dengan nasionalisme islam. Pucuk dealiktika ini berujung dibentuknya tim berjumlah 9 orang  untuk merumuskan kembali redaksional dasar negara yang kemudian menghasilkan apa yang disebut Piagam Jakarta 22 Juni 1945. Rumusan pancasila dalam Piagam Jakarta dinilai hasil kompromi.

Singkat cerita, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang dibentuk pada tanggal 12 Agustus 1945 menyetujui naskah Piagam Jakarta sebagai pembukaan UUD 1945 dengan rumusan yang baru yakni "ketuhanan yang maha esa" seperti digunakan saat ini. Bersamaan itu juga Soekarno-Hatta dipilih sebagai pasangan Presiden dan Wakil Presiden pertama dan menjadi awal sejarah hidupnya Pancasila disanubari masyarakat Indonesia.

Setelah itu, tugas pemerintah makin berat. Upaya internalisasi dan aktualisasi nilai-nilai pancasila jadi tugas selanjutnya dimulai dibangku sekolah. Mata pelajaran bernama Pendidikan Moral Pancasila (PMP) jadi memikul harapan besar berseminya nilai-nilai pancasila dalam kehidupan rakyat dimasa akan datang. PMP mulai diajarkan setelah Kurikulum 1975 diberlakukan. Kemudian muncul Ketetapan MPR No II tahun 1978 tentang Pedoman Penghayatan Pengamalan Pancasila (P4). Pelajaran PMP pun kemudian merujuk pada tafsir Pancasila dalam P4. Seiring berjalannya waktu, nama mata pelajaran ini diubah lewat Kurikulum 1994 menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Terakhir, UU Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003 merubah nama Mata pelajaran PPKn menjadi Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) hingga kini.

Di era pemerintahan Jokowi saat ini, memberlakukan kembali mata pelajaran PMP muncul dipermukaan. Hadirnya kembali PMP sudah merupakan kerinduan lama masyarakat yang prihatin dengan nilai-nilai pancasila, khususnya dikalangan siswa. Tak heran, banyak yang beranggapan krisis moral  bangsa ini disebabkan menimnya penanaman nilai-nilai pancasila.

Pemikiran cerdas pemerintah melalui Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan Kemdikbud Supriano seusai upacara peringatan hari guru di gedung Kemendikbud mengatakan "PMP kita akan kembalikan lagi karena ini banyak yang harus dihidupkan kembali, bahwa Pancasila ini luar biasa buat bangsa kita, itu mungkin yang akan kita lakukan,". Memang benar, banyak yang harus dihidupkan kembali. Hal ini statment ini sebanding banyaknya yang harus dipikirkan pemerintah. Jangan sampai PMP ini murni desain politik.

Pemerintah harus mengkaji apakah benar krisis nilai pancasila disebabkan mata pelajaran saat ini yaitu PKn yang dinilai tidak mampu menjawab kriris yang ada ? Atau justru mendesain PMP agar jejak rekam doktrinisasi rezim "Piye, penak jamanku to?"  alias Pak Harto sengaja dihilangkan sehingga siswa tidak mengetahui secara lebih dalam bagaimana pancasila pada masa itu? Mungkin saja, generasi milenial sengaja didesain untuk sedikit acuh terhadap bagian pancasila yang dianggap tabu. Mirisnya lagi, PMP mungkin benar adalah desan politik elit untuk kepentingan tertentu?.

Kecerdasan pemerintah melihat fenomena moral pancasila dengan memberlakukan kembali PMP memang sikap yang cerdas. Akan tetapi, mata pelajaran PMP ini perlu dipikirkan kembali apakah mampu menjawab atau justru melahirkan kembali perdebatan masa lalu yang tidak dimengerti generasi milenial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun