Mohon tunggu...
Muhammad Rafiq
Muhammad Rafiq Mohon Tunggu... Jurnalis - Bersahabat dengan Pikiran

Ketua Umum Badko HMI Sulteng 2018-2020 | Alumni Fakultas Hukum Universitas Tadulako | Peminat Hukum dan Politik | Jurnalis Sulawesi Tengah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Selendang Merah

7 November 2017   02:52 Diperbarui: 7 November 2017   04:16 1062
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: cerpenku.com

“Aku adalah gerbang menuju duniamu yang sebenarnya, menarilah bersamaku, ku antar kau kesana.”  bisikannya semakin kuat, sampai-sampai ia tak mampu mengendalikan tubuhnya. Beruntung, Senja membantunya melawan energi perempuan itu.

“Mengapa? Bukankah aku sekarang adalah penolongmu, dunia mu ada dibalik selendang merahku ini, kemari menarilah bersamaku.” Ia tak henti-henti memberontak. Berkat Senja, ia mampu mengendalikan tubuhnya. Perempuan itu mengibarkan selendar merahnya ke kiri hingga membuat dunia ini menjadi merah. Sanking kuatnya, kekuatan Senja tak mampu bertahan lama dan tiba waktunya tidur kembali.

“Kemari, menarilah bersamaku.” Kaki kirinya bergerak maju, ia tak mampu lagi menahan gempuran energi perempuan itu. Entah apa yang terjadi, rasa-rasanya perempuan ini menginginkan dirinya menari bersama. Tapi, mengapa harus menari-nari dengan selendang merah? Dunia apa dibalik selendang merahnya itu. Auranya sangat panas, seperti tidak ada apa-apa di sana. Mungkin ini dunia untuknya. Kalau itu benar, mengapa Senja mau menemaninya, sementara Senja palsu memperlakukannya seolah-olah enggan ditingal pergi.

Tidak, ini pasti rekayasa alam bawah sadarnya, mungkin saja ia adalah ratu dari Senja palsu yang menyamar menjadi penari selendang merah. Bisa saja, hambanya membiarkan ia hidup terhinakan dan mengajaknya kedunia sesungguhnya.

“Dekaplah lebih erat, masuklah dalam selendang merahku.” Semakin dekat, matanya semakin rabun menatap wajah perempuan penari itu. Semakin tidak jelas siapa, dari mana asalnya.

“Tidak, tidak, tidaaak.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun