Mohon tunggu...
Rafik Septiana
Rafik Septiana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Airlangga

Seorang mahasiswa Teknologi Sains Data yang tertarik dengan berbagai hal

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sesuatu yang Tersembunyi dan Tidak Dapat Berbicara

28 Desember 2022   12:31 Diperbarui: 28 Desember 2022   12:37 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sesaat setelah sang negeri samurai mengalami kekalahan melawan sekutu. Sang Jendral Hirohito sebagai pimpinan tertinggi bertanya. Pertanyaan yang diajukan bukan bagaimana melarikan diri ataupun bagaimana menyelamatkan harta kekayaannya. Dengan gagah berani, Ia bertanya "Berapa banyak guru yang tersisa?".  Hari itu, ketika saya pertama kali mendengar kisah tersebut, saya langsung terpana seperti pertama kali mendapat cinta pertama. Betapa menakjubkan negeri tersebut. Mereka mengetahui bahwa mereka kalah 1000 langkah karena mereka tidak bisa mengembangkan peralatan yang canggih untuk melawan sekutu karena terbatasnya ilmu pengetahuan. pada saat itu, mereka mengetahui Einstein atau Max Planck tidak lahir di negeri mereka. Mereka mengetahui dengan pasti, mereka gagal dalam mengambil langkah. Hal tersebut tentu membuat kita sebagai bangsa Indonesia ataupun individu bertanya "apakah kita juga mengetahui bahwa kita sudah mengalami ketertinggalan dibandingkan bangsa lain?".

Mungkin kita bertanya-tanya seperti mengapa kita tidak langsung  mempertanyakan bagaimana cara nya untuk mengejar hal tersebut. Hal ini bukan sesuatu yang sulit untuk dijawab, karena kita terlebih dahulu harus mengetahui apakah kita sudah benar benar peduli atau tahu tentang ketertinggalan tersebut. Bagaimana caranya mengetahui bangsa ini telah tertinggal? bacalah sejenak cerita ini, cerita yang saya dapatkan ketika pergi berlibur, menenangkan pikiran dari kesibukan kuliah.

Saya pergi ke kampung halaman, Desa yang terletak di perbatasan antara jawa barat dan jawa tengah. Tidak ada mall, hotel, ataupun tempat mewah lainnya. Disana hanya terdapat sawah, rumah penduduk, dan jalan yang baru saja diperbaiki. Jarak dari kota sangatlah jauh, untuk ke rumah sakit terdekat saja harus menempuh 40 menit sampai 1 jam perjalanan. Desa tersebut juga bukan desa yang sering dilewati orang-orang dari luar kota. Desa yang indah, hangat, dan tersembunyi. begitu bagaimana saya mendeskripsikannnya. Namun siapa sangka?! desa tersebut memiliki pilar, pahlawan, dan tumpuan bangsa. Mereka menjadi harapan negeri ini mengejar keterpurukan dan ketertinggalan. Mereka yang mencerdaskan kehidupan bangsa. Mereka yang mencari nafkah dengan ilmu pengetahuan yang mereka dapatkan dari SD sampai Kuliah. Ya Mereka adalah Guru.

Hari itu, Saya pergi ke rumah saudara saya menaiki motor yang sudah usang. Hanya untuk menyapa dan memberi salam hangat. saya duduk di ruang keluarga dengan karpet yang hangat. Biasanya saya terdiam dan tidak berbicara ketika berkunjung. Namun hari itu berbeda, saya berbicara tanpa ada rasa keraguan sedikitpun. Bertanya keseharian dan kabar kepada sang bibi. Di tengah pembicaraan tersebut, Hal menarik muncul dari percakapan kami berdua. Bibi saya yang seorang guru SD di desa tersebut mulai bercerita bagaimana kehidupan nya menjadi guru. Ia bercerita telah menjadi guru dari tahun 2006, saat itu ia menjadi guru honorer di SD Negeri. Ia mengatakan ketika pertama kali mengajar, ia hanya mendapatkan bayaran 50 ribu/bulan. Angka yang tentu dibawah layak dan sangat kecil. Hal tersebut ia lakukan selama 3 tahun sampai pada tahun 2009. Saat 2009, Ia mendaftar menjadi PNS dengan harapan mendapatkan bayaran yang layak. Dengan gigih, ia belajar dan berusaha untuk lulus saat itu. Ia juga sempat berpikir apabila ia tidak lulus menjadi PNS, ia ingin kembali menjadi buruh pabrik di jakarta karena bayarannya lebih layak daripada menjadi guru honorer. Namun tidak disangka-sangka, Ia lulus dan hal tersebutlah menjadi senang.

Walaupun demikian, Hal tersebut bukan berarti ia mendapatkan bayaran yang besar.  Setelah ia menjadi PNS pun, bayarannya tidak setimpal dengan lelahnya mengurusi generasi penerus bangsa. Berbeda dengan mereka yang bekerja di kota besar yang mendapat tunjangan daerah yang besar bagi PNS nya termasuk guru. Desa ini merupakan desa yang terpinggirkan karena letaknya mendekati perbatasan. Tunjangan daerah pun tidak sebanyak di kota besar. Ia pun bercerita bahkan temannya yang masih menjadi guru honorer masih dibayar sekitar 500 ribu perbulan. Belum ada yang berubah dari tahun 2006, bayaran guru masihlah sangat kecil. Padahal beban guru sangatlah besar seperti menyusun materi, mengurusi anak didik, dan pekerjaan administrasi lainnya.

Tidak hanya bibi, Kakek saya pun adalah seorang guru pensiunan dari SD. Kakek dlu adalah seorang kepala sekolah. dengan motornya yang masih saya pakai untuk ke rumah bibi, ingat sekali saya ketika kecil saya dibonceng untuk diajak  bermain di tempat beliau mengajar. Tetapi lantas apakah pada akhirnya ia mendapatkan pensiunan yang layak?. Bahkan sampai sekarang pun, Uang yang ia peroleh tidak seberapa hanya cukup untuk membiayai kehidupan di masa tua. bahkan bertahun tahun saya datang ke rumah kakek, banyak barang yang berkurang. Hal ini menandakan banyaknya barang yang telah dijual untuk mendapatkan uang.

Kesejahteraan pun tidak terpenuhi, padahal mereka juga ada keluarga yang harus dihidupi. Sungguh teganya negeri yang mengkerdilkan peran guru di kehidupan. Bagaimana seorang guru dapat bekerja semaksimal mungkin memikirkan orang lain sedangkan ia perlu memikirkan bagaimana menghidupi keluarganya sendiri. Seorang kerabat bercerita kepada saya, Ia seorang mahasiswa yang menempuh jurusan keguruan. Ia bercerita ketika ia pergi untuk praktek lapangan di salah satu SMK di suatu kota. Kisahnya dipenuhi keluh kesahnya bagaimana menghadapi murid di sekolah tersebut. bagaimana tidak hanya menghadapi murid, ia juga perlu mengurusi administrasi di sekolah tersebut. beban yang dipikul terlalu berat, sedangkan negara meminta timbal balik yang lebih.

Hal tersebutlah yang perlu kita ketahui bahwa bangsa ini telah tertinggal. Maka jangan heran, ketika negara lain banyak memproduksi barang barang baru, negara kita hanya mengikuti trend dari negeri lain yang bahkan sering bertentangan dengan nilai sosial. karena kurangnya pemahaman yang kuat akan ilmu dasar seperti Sains dan Sosial. Selebihnya, apakah kita perlu menunggu, duduk dan memandangi nasib bahwa hal ini akan terus berlangsung bertahun-tahun berikutnya?. rasanya apakah kita perlu menunggu keajaiban bahwa habibie baru lahir di negara ini secara tiba-tiba?. Bukankah hal tersebut mustahil ketika peran guru saja sering dianggep remeh temeh. saya hanya bisa berbicara dan mengetik hal ini sebagai perpanjangan tangan untuk mereka yang tidak merasakan dan melihat langsung. Selebihnya saya serahkan kepada pembaca dan melemparkan pertanyaan "apa yang bisa anda lakukan untuk negeri ini?", bukan, pertanyaan itu kurang tepat. sepertinya lebih tepat kita bertanya"apa yang bisa kita lakukan untuk negeri ini?" . guru guru menunggu untuk perubahan. walaupun pahit, mereka tetap mengajar. tidak banyak orang yang mengetahui, tidak banyak orang yang mengapresiasi, tidak banyak orang yang peduli. Mereka tersembunyi dibalik desa-desa, mereka tidak dapat berbicara, dan menunggu adanya perubahan secara tiba-tiba.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun