Mohon tunggu...
Rafika Meldy
Rafika Meldy Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Bahasa dan Sastra Arab UIN RMS Surakarta

Saat raga dibekukan, maka tulisan yang mampu terus dialirkan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Mahasiswa adalah Filter Informasi yang Manjur

27 Juli 2021   19:36 Diperbarui: 5 Juli 2022   13:47 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Penulis: Rafika Meldy

Saat ini masyarakat di dunia sudah tidak asing lagi dengan media sosial. Bahkan mempunyai akun media sosial sudah dianggap suatu kebutuhan. Tidak sedikit orang tua yang sudah membuatkan akun untuk anaknya yang baru terlahir di dunia. Media sosial menjadi trend kehidupan masa kini. Kehidupan yang ada seakan-akan menjadi ajang perlombaan di media sosial.

Untuk kalangan akademisi terkhusus mahasiswa, media sosial merupakan suatu keharusan bahkan candu yang sulit dihindari. Dalam buku statistik pendidikan tinggi kemenristekdikti 2019/2020 tercatat jumlah mahasiswa terdaftar di Indonesia adalah 16.628.240 mahasiswa. Sedangkan jumlah penduduk total Indonesia hingga Desember 2020 menurut laporan Kementerian Dalam Negeri mencapai 271.349.889 jiwa. Berdasarkan data tersebut, maka dapat kita ketahui bahwa jumlah mahasiswa di Indonesia cukup besar.

Saat ini media sosial sudah marak di kalangan apapun. Tak terkecuali mahasiswa Indonesia. Melihat beberapa hal yang saat ini terjadi di media sosial memang miris. Konten-konten negatif baik berupa pornografi, ujaran kebencian, maupun kabar hoak beterbangan dimana-mana. Media sosial menjadikan seseorang bisa menyembunyikan identitas aslinya, sehingga hal itu bisa menjadi peluang untuk siapapun melakukan kejelekan apapun tanpa ketakutan dengan resikonya.

Bahasa yang mulanya menjadi komponen utama terbentuknya sebuah informasi, mengalami pergeseran fungsi dari yang semestinya. Bahasa kini mulai dipergunakan masyarakat sebagai alat mencaci maki, menghujat, saling mendiskriminasi terhadap satu informasi yang belum diketahui kebenarannya. Jika kita melihat definisi bahasa menurut Walija (1994:4) mengatakan bahwa, bahasa adalah komunikasi paling lengkap dan efektif untuk menyampaikan ide, pesan, maksud, perasaan. dan pendapat kepada orang lain. Tetapi fakta yang ada, masyarakat terutama pemuda tidak bisa mengendalikan diri hingga terseret arus negatif dari penyalahgunaan bahasa ini. Begitupula yang terjadi di dalam bahasa yang digunakan di media sosial, bahkan sering terdengar cuitan semakin kasar dalam berkomentar atau berkonten maka akan semakin viral dan mendatangkan cuan.

Mahasiswa dikenal dengan agen of change. Dengan dibekali ilmu yang diperoleh di bangku kuliah, seyogyanya menjadikan mahasiswa lebih bijak dalam melakukan apapun dalam kehidupannya. Begitu pula ketika berselancar di dunia maya, media sosial utamanya. Ketika mahasiswa bisa bahu-membahu menyajikan konten-konten positif dan mencegah konten-konten negatif, maka akan ada kemungkinan konsumsi masyarakat umum di dalam media sosial adalah hal-hal yang positif. Ketika hal yang menjadi konsumsi setiap hari adalah hal baik maka generas-generasi selanjutnya bisa mempunyai kepribadian yang bagus untuk melanjutkan tongkat estafet kepemimpinan bangsa ini.

Sungguh disayangkan jika konsumsi masyarakat di media sosial didominasi dengan konten-konten yang tidak mendidik. Misalnya saja dengan konten beberapa warga setempat mencarikan jalan tikus bagi pemudik, di saat pemerintah melarang untuk mudik. Warga yang melakukan itu malah disambut bak pahlawan dan mendapat dukungan dari warga media sosial. Apakah hal itu tepat? Tiap orang pasti punya pendapat yang berbeda-beda, namun sebagai orang yang terdidik tentu harus bisa menyikapi dengan ilmu bukan pendapat dari sudut pihak tertentu.

Bersarkan dari berbagai sumber yang saya baca, di bawah ini akan saya jelaskan beberapa hal yang bisa mahasiswa lakukan untuk bijak dalam bermedia sosial :

Pertama, budayakan bermedia sosial yang beretika. Dalam kehidupan bermasyarakat kita sudah tidak asing dengan sopan santun. Dalam dunia maya pun sopan santun tetap harus digunakan. Menggunakan bahasa yang baik dan sopan dalam membuat status ataupun dalam memberikan komentar. Ketika ada postingan yang sekiranya kurang baik, dalam mengingatkannya pun juga harus dengan bahasa yang sopan. Jangan menggunakan kata-kata kasar hanya untuk mencari sensasi. Karena kata yang keluar menunjukan karakter orang tersebut.

Kedua, menjadi filter informasi. Menjadi mahasiswa yang mempunyai wawasan lebih luas daripada masyarakat umumnya, kita mempunyai kesempatan untuk  berkontribusi menjadi filter atau penyaring informasi yang beredar di media sosial. Ketika suatu berita muncul di media sosial, berita itu harus disaring terlebih dahulu sebelum diterima apalagi disebarluaskan, dicari kejelasan dan kebenaran berita tersebut. Jangan sampai kita sebagai mahasiswa malah berlomba-lomba untuk menshare berita tersebut tanpa mengetahui kejelasan dan kebenarannya. Ingat slogan ini " saring sebelum sharing"

Ketiga, meningkatkan kualitas diri. Di dalam media sosial berita yang beredar beraneka ragam dari sudut ilmu apa saja. Kita sebagai mahasiswa berkesempatan mendapatkan pengetahuan sebanyak-banyaknya. Dengan pengetahuan yang mumpuni, kita bisa semakin bijak dan lebih bisa menyikapi atas berita-berita yang beredar, tidak berkomentar dengan kepala kosong. Meningkatkan kualitas diri tidak hanya sesuatu yang relevan dengan jurusan yang kita ambil di bangku kuliah. Apapun itu, ketika ada kesempatan untuk mempelajarinya maka mari kita lakukan. Tidak ada ilmu yang sia-sia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun