Mohon tunggu...
Bimo Rafandha
Bimo Rafandha Mohon Tunggu... Programmer, Blogger - Blogger. Storyteller.

Pemintal kata di www.bimorafandha.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sestoples Nastar dan Perbedaan

12 Mei 2018   21:49 Diperbarui: 12 Mei 2018   21:59 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sestoples Nastar dan Perbedaan

Saya amat menyukai nastar. Kue kering berisi nanas dengan taburan keju panggang di atasnya itu sudah jadi panganan yang jadi candu bagi saya. Ada yang sama seperti saya?

Tapi permasalahan klasik penyuka nastar adalah ketersediaan kue ini hanya saat momen tertentu seperti hari besar keagamaan. Nah, untuk ini, saya mungkin sedikit beruntung dibanding kalian. Saya bisa makan nastar lumayan sering sepanjang tahun. Loh kok bisa?

Begini, saya dilahirkan dari ayah seorang mualaf. Hal ini membuat saya memiliki keluarga besar yang multi agama. Keluarga dari ayah saya ada yang beragama kristen, katolik, bahkan konguchu. Saya ingat, sedari kecil, setiap hari besar keagamaan masing-masing keluarga, saya akan diajak berkeliling untuk makan nastar, eh bukan. Untuk bersilaturahmi. Dan pada saat itu, semua keluarga akan berkumpul, tertawa bersama, saling ngobrol, bahkan curhat-curhatan. Saat lebaran pun, mereka akan balik berkunjung ke rumah, menjadi tamu pertama yang kami sambut di hari pertama lebaran.

Keadaan yang memiliki banyak perbedaan itu menjadikan pribadi saya lebih toleran. Banyak yang bilang kepada saya bahwa apa yang saya lakukan itu tidaklah benar. Tapi saya tidak mengindahkan. Saya tidak melihat perbedaan sebagai sesuatu yang memisahkan, yang menjadikan jarak di antara orang-orang. Saya melihat setiap orang itu sama dan saya tidak akan bersikap mengkotak-kotakan berdasarkan golongan. Hal ini membuat saya leluasa untuk menolong siapa saja.

Karena bagi saya, logikanya sederhana. Perbedaan itu seperti kue nastar dalam stoples. Kue nastar terdiri dari banyak sekali bahan, tapi tetap harmoni dan enak dimakan. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun