Mohon tunggu...
Rafendra Aditya
Rafendra Aditya Mohon Tunggu... Staf Biro Informasi dan Hukum Kemenko Kemaritiman -

Menulis membuatku merasakan hal-hal yang tak dapat kurasakan di dunia nyata. Menulis itu membangun rumah, dengan pondasi gagasan, material kata-kata dan atap khasanah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Demi Keselamatan Penerbangan, Penumpang Dilarang Egois

29 September 2016   07:46 Diperbarui: 29 September 2016   17:46 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi:abcnews.com

Faktor utama keselamatan adalah Manusia. (https://ediindrawan2013.wordpress.com/2013/04/08/keselamatan-penerbangan/)
Faktor utama keselamatan adalah Manusia. (https://ediindrawan2013.wordpress.com/2013/04/08/keselamatan-penerbangan/)
Setelah hampir satu jam, akhirnya seorang penumpang menyampaikan kesaksian bahwa penumpang transit yang dimaksud telah membawa barang bawaannya pada saat turun. Pramugari pun bertanya dan mengulangi pertanyaannya beberapa kali untuk mengonfirmasi kebenaran informasi tersebut. Akhirnya dengan wajah lega ia mengisyaratkan ‘OK’. Yang segera disusul pilot mengumumkan bahwa pesawat akan segera lepas landas.

Memang sesaat hal itu memberikan kelegaan. Namun, kelegaan itu menggantung. Jaminan keselamatan tidak serta-menyerta begitu saja. Di dalam benak, ketakutan akan ketidakselamatan masih tersisa. Mungkin itulah sebabnya demo penggunaan alat-alat keselamatan yang acap kali teracuhkan segera menjadi perhatian. Bukan hanya saya tetapi juga penumpang lain yang sebelumnya terkantuk-kantuk terlihat menyimak seketika. Logika mulai tidak bekerja diserang rasa takut kehilangan nyawa dan celaka. Pikiran sudah tidak rasional lagi dalam mencerna, karena walaupun masalah terselesaikan ketakutan itu masih membayang di kepala.

Topik ini menjadi obrolan seru saya dan rekan saya selama penerbangan tengah malam menuju Biak kemarin. Semakin menarik ketika aspek tanggung jawab pada keselamatan dihubungkan dengan kenyamanan. Karena kita tentu setuju jika nyaman juga berarti selamat dan. Dalam hal ini kami mengaitkan penumpang maskapai ini secara keseluruhan, yang memang ‘membeli kenyamanan’. Karena terdengar kasak-kusuk yang kurang lebih begini, “Sekelas Garu** kok kecolongan...”

Di balik peristiwa memang selalu ada hikmah. Positifnya, berdasarkan pengamatan saya peristiwa tersebut telah membuka mata tentang arti sebuah jaminan dan komitmen pelayanan standar keselamatan. Sebagai buktinya, penumpang yang biasanya tak menyimak demo penggunaan perlengkapan keselamatan menjadi memperhatikannya dengan saksama. Bahkan lembar informasi keselamatan yang biasanya diabaikan demi menikmati layanan hiburan pun seketika memperoleh pembaca. Kepedulian mulai muncul terhadap kepemilikan orang lain juga, tidak hanya pada milik diri sendiri. Karena menyangkut keselamatan bersama. Singkatnya, saya dan rekan saya menyimpulkan: keselamatan merupakan peran semua pihak. Tidak bisa hanya dibebankan pada maskapai penerbangan atau segolongan petugas saja.

Saat mendarat, rasanya bagai meneguk air ketika buka puasa. Puji syukur terucap tak terkira. Sembari menunggu penerbangan transit berikutnya, dengan pikiran lebih lega saya menyadari sesuatu. Bahwa tidak ada yang lebih besar dari segala sesuatu. Termasuk manusia itu sendiri. Betapa jumawanya saya sebagai manusia yang acap kali menyepelekan sesuatu. Dalam hal ini menyepelekan aspek-aspek informasi keselamatan. Bahkan merasa telah membeli tanggung jawab pada diri sendiri.

Jayapura-Makassar-Surabaya, 28 September 2016

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun