Mohon tunggu...
Rafdiansyah  MHI
Rafdiansyah MHI Mohon Tunggu... Penulis - Penghulu Ahli Muda

Juara 1 Nanang Banjar Tahun 2004, Nanang Banjar Komunikatif 2003

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pemeriksaan Nikah Campuran: Waspada atau Cool Cool Saja?

17 September 2022   07:45 Diperbarui: 17 September 2022   08:01 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

PERATURAN Menteri Agama (PMA) Nomor 20 Tahun 2019 tentang Pencatatan Nikah, BAB VIII memuat ketentuan soal pernikahan campuran antara warga negara Indonesia dengan warga negara asing. Sederhananya, apapun kewarganegaraannya, status agamanya muslim/muslimah; pernikahan mereka dicatat di KUA kecamatan atau kantor perwakilan Republik Indonesia diluar negeri. Tugas KUA, mencatat dengan ketentuan, keduanya sudah memenuhi persyaratan pernikahan campuran bagi warga negara asing. 

Adapun syarat yang wajib dipenuhi menurut PMA ini adalah izin kedutaan perwakilan dari negara yang bersangkutan; jika WNA membawa surat izin menikah dari negaranya, maka izinnya wajib dilegalisasi kedutaan negaranya, jika tidak ada kedutaan atau perwakilan negara, maka institusi yang berwenang dinegaranya. 

Selain itu, melampirkan izin poligami bagi WNA yang dikeluarkan oleh pengadilan atau lembaga berwenang dari negara asal jika catin lelaki (jika negara asal calon suami tidak mengatur ketentuan poligami, maka izin poligaminya bisa dimohonkan kepada pengadilan agama di Indonesia) , melampirkan fotokopi akta kelahiran, melampirkan akta cerai atau surat keterangan kematian jika berstatus duda atau janda, melampirkan fotokopi paspor, melampirkan data kedua orangtua WNA sesuai dengan data akta nikah dan semua dokumen yang berbahasa asing tersebut, diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh penerjemah resmi. 

Pernikahan campuran diatur dengan regulasi untuk dilaksanakan dan menjadi perhatian pegawai pencatat nikah diseluruh wilayah NKRI. Maknanya, KUA sebagai unit pelaksana teknis dituntut untuk profesional dalam menjalankan tugas pencatatan tersebut, agar sesuai dengan ketentuan yang ada, tidak melenceng. Sejumlah persyaratan diatas, alhasil, menurut hemat penulis, perlu penambahan syarat khusus oleh pemangku kepentingan yang membuat peraturannya. 

Pertama, Menteri Agama melalui Dirjen Bimas Islam secara internal, ada baiknya  menerbitkan buku pedoman pemeriksaan pernikahan campuran WNA dengan model moderasi beragama dalam perspektif hubungan internasional, dan menuliskan kontak narahubung sekaligus, agar tidak menimbulkan friksi bagi petugas KUA dalam menjalankan tugas pemeriksaan. Paling tidak ada ketentuan khusus, dan pedoman ini harus terlaksana secara konsekuen, dan tidak disalah tafsirkan. 

Kedua, ketentuan yang menyangkut pemeriksaan pernikahan campuran WNA perlu disepakati hal-hal yang tidak ada atau belum diatur dalam PMA dengan menjalin kerjasama lembaga lain diluar kementerian agama; sebab pernikahan campuran WNA ini juga berdampak pada upaya menjaga stabilitas keamanan dan kedaulatan wilayah NKRI. 

Diantara lembaga yang perlu dijalin kerjasamanya yang strategis adalah kepolisian RI dan Kementerian Hukum dan HAM yang menjadi leading sector keimigrasian. Kita tidak bisa menutup mata, bahwa negara Indonesia merupakan bagian yang penting dalam geopolitik. Kasus-kasus radikalisme,terorisme dan upaya mata-mata asing perlu perhatian serius. 

Waspada atau cool cool aja

Kerentanan mungkin terjadi pada saat pemeriksaan calon pengantin WNA. Disatu sisi, pelayanan terbaik wajib dilaksanakan, sisi yang lain intuisi petugas perlu ditingkatkan. 

Sebagai contoh, petugas KUA tidak tahu pasti segala jenis dan bentuk izin serta surat keterangan yang resmi berlaku yang dikeluarkan oleh kedutaan atau institusi negara WNA tersebut terkait izin atau keterangan pernikahan. Sampai hari ini petugas KUA tidak mengetahui model format  surat yang asli yang diterbitkan resmi. Petugas berpegang pada pemeriksaan faktual yang dibawa oleh catin WNA saja. Akhirnya, dilakukanlah komunikasi ke pihak yang memiliki otoritas, dan tidak ada jawaban, karena nomor kontak tidak aktif meskipun tertera (berdasar pengalaman penulis). 

Petugas KUA tidak bisa menyatakan valid begitu saja, jika tidak ada data atau surat pembanding resmi, dikarenakan memang tidak ada edaran yang dibuat khusus; misal, jika surat izin dicetak melalui barcode unik terhubung dengan link atau atase agama kedutaan asing/ kantor kedutaan dari negara-negara yang memiliki hubungan diplomasi dengan NKRI  yang bisa dipindai langsung oleh petugas KUA. Harus menjadi perhatian bersama, kita tidak bisa berpendapat hal ini bukan urusan KUA, karena kita dibudayakan untuk profesional dalam berbudaya kerja. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun