Pemerintah melalui program Mall Pelayanan Publik (MPP) yang tersebar dibeberapa provinsi di Indonesia mulai meluaskan jaringan pelayanan terhadap satuan kerja yang bergabung dalam perjanjian kerjasama, baik instansi vertikal maupun pelayanan yang dilaksanakan pemerintah daerah. Pun demikian di wilayah tempat saya bekerja sebagai ASN, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan,  tidak berapa lama lagi, sekira pertengahan Desember 2020, MPP Kabupaten Tabalong akan diluncurkan resmi ke khalayak. Info yang saya dapat, pemkab melalui  dinas PMPTSP menyediakan fasilitas ruang akad nikah di MPP.Â
Sebagai ASN pegawai pencatat nikah (Penghulu) Â saya menyambut baik inovasi dan terobosan pemkab Tabalong dengan menyatukan pelayanan publik di area yang terjangkau oleh masyarakat, termasuk penyediaan ruang akad nikah tersebut. Namun fasilitas yang disediakan ini secara teknis beririsan langsung dengan kinerja penghulu sebagai PPN , terkait tempat akad nikah itu dilangsungkan.Â
Mengapa tempat akad nikah secara teknis ikut memengaruhi kinerja penghulu? sederhananya, pemerintah telah mengeluarkan peraturan nomor 48 tahun 2014 tentang perubahan atas peraturan pemerintah nomor 47 tahun 2004 tentang tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlau pada departemen agama, dan disempurnakan dengan PP Nomor 19 tahun 2015 yang jelas tergambar pada  Pasal 5 PP tersebut.Â
Biaya nikah yang harus dibayar oleh masyarakat sebagai penerimaan negara bukan pajak yang disetor ke kas negara melalui tagihan PNBP Online Simponi, sebagai konsekuensi pelaksanaan akad nikah di luar Balai Nikah KUA; karena tempat akad nikah dilaksanakan diluar Balai Nikah maka masyarakat dikenakan biaya RP. 600.000,-Â
Balai Nikah yang selanjutnya familiar disebut Kantor Urusan Agama, berdasarkan Peraturan Menteri Agama (PMA) Â dibangun diwilayah kecamatan. KUA memiliki peran yang strategis dalam pembinaan masyarakat islam, dan diberi amanat oleh pemerintah melaksanakan tugas dan fungsi sebagai duta pemerintah.Â
Tiap-tiap lembaga yang dibentuk oleh pemerintah, pasti memiliki tugas  dan fungsi (tusi) masing-masing, semisal kantor urusan agama (KUA) ini, untuk pembangunan gedung KUA baru, diperlukan payung hukum berupa PMA. Berdasarkan Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 34 tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Urusan Agama, sebanyak 5483 KUA baru terbentuk yang seterusnya berperan dan berfungsi sebagaimana penjelasan berikut dengan BAB dan pasal sebagai berikut:Â
BAB IÂ
KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI
Pasal 1Â
(1) Kantor Urusan Agama Kecamatan yang selanjutnya disingkat KUA Kecamatan adalah unit pelaksana teknis pada Kementerian Agama, berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan secara operasional dibina oleh Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota.Â
(2) KUA Kecamatan berkedudukan di kecamatan.Â