Mohon tunggu...
Rafael
Rafael Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Siswa SMA

Senang memasak

Selanjutnya

Tutup

Music

Contemporary Repetition, Bagaimana Pop di Indonesia Kehilangan Kreatifitasnya

24 November 2024   18:53 Diperbarui: 24 November 2024   18:54 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Musik. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Musik populer di Indonesia saat ini telah menjadi topik kekecewaan bagi banyak pendengar yang merindukan orisinalitas dan kedalaman. Genre pop kontemporer, yang dulunya menjadi ruang bagi musik yang ekspresif, kini terjebak dalam siklus repetisi komposisi yang kurang kreatif. Padahal, musik seharusnya sebuah medium untuk mengekspresikan pikiran kreatif tanpa batas, namun arah repetitif yang diambil oleh industri musik populer Indonesia menciptakan lanskap suara yang homogen dan gagal memikat pendengar yang mencari hal baru. Lagu-lagu pop kontemporer yang kita dengar saat ini lebih banyak mengandalkan tema yang didaur ulang dan kurang memiliki elemen inovatif, sehingga terdengar seperti produk untuk mencari keuntungan daripada sebuah bentuk ekspresi sejati.

Seperti yang disebutkan sebelumnya, salah satu masalah paling mencolok dalam musik populer Indonesia saat ini adalah repetisi. Chord progression yang terlalu sering digunakan dalam sebagian besar lagu pop modern menciptakan musik yang kurang memiliki variasi nyata. Meskipun chord progression itu sendiri tidak selalu menjadi masalah, masalahnya adalah para artis menggunakannya tanpa menambahkan kedalaman atau variasi yang orisinal, hanya sekadar "nyanyian setengah hati dengan iringan gitar klasik." Selain itu, narasi "I miss you" yang terus muncul lama-lama membosankan, karena lagu demi lagu mendaur ulang cerita yang sama gagal menawarkan perspektif baru, baik dalam hal cinta maupun musik. Dengan mengulang tema ini, musik populer kehilangan kemampuannya untuk memberikan koneksi yang bermakna bagi pendengarnya. Walaupun, memang benar, lagu dengan tema cinta adalah salah satu topik paling relatable bagi setiap orang, tetapi itu bukan poin utama yang saya ingin sampaikan. Agar terasa hidup, musik harus menunjukkan bukan hanya keahlian sang artis, tetapi juga perlu adanya sentuhan pribadi dan perspektif.

Selain repetisi yang membosankan, masalah lainnya terletak pada kurangnya kreativitas dan orisinalitas. Alih-alih menginvestasikan waktu dan usaha untuk menciptakan musik yang benar-benar mencerminkan perspektif unik mereka, para artis cenderung menyajikan topik yang terlalu sering digunakan dengan cara yang terasa formulaik dan klise. Mereka memproduksi lagu-lagu yang dirancang untuk menarik penonton, mendapatkan stream, dan penjualan tanpa menawarkan wawasan sejati ke dunia batin mereka. Akibatnya, pendekatan yang terkomersialisasi ini menguras jiwa dari musik, mengubahnya menjadi produk daripada karya seni.

Lebih jauh lagi, fokus pada keuntungan di atas passion ini berisiko mendorong siklus di mana artis-artis baru melihat musik hanya sebagai sarana untuk mendapatkan ketenaran dan kekayaan. Dalam lingkungan seperti ini, musik yang menantang status quo cenderung menjadi kurang populer karena industri lebih memprioritaskan tema yang dapat dijual di pasar daripada karya yang eksperimental atau berani out of the box. Pola pikir ini membuat para artis lebih fokus menciptakan "hits" daripada karya yang benar-benar unik dan menginspirasi. Akibatnya, musik populer Indonesia dipenuhi dengan lagu-lagu yang tidak orisinal dan mengikuti formula yang identik demi memaksimalkan keuntungan, menyisakan sedikit ruang untuk orisinalitas. Ketika seni menjadi alat untuk mencapai keuntungan, kedalaman yang sering membuat musik terasa menyentuh bagi pendengar hilang, meninggalkan produk yang terasa kosong.

Seni memiliki kualitas tersendiri yang tidak dapat direduksi menjadi metrik keuntungan. Ketika musik menjadi produk, ia kehilangan kedalaman emosional dan keaslian yang memberinya makna. Musik pop Indonesia berisiko menjadi tidak relevan jika terus memprioritaskan kesuksesan komersial di atas kreativitas. Industri ini harus memberi kesempatan kepada artis-artis unik untuk mengekspresikan perasaan mereka dan kepada siapa pun yang cukup berani untuk menantang tren. Hanya dengan begitu musik dapat merebut kembali perannya sebagai ekspresi bermakna dari pengalaman manusia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun