Mohon tunggu...
RedyAl Musyaa
RedyAl Musyaa Mohon Tunggu... Guru -

Seorang hamba dengan imajinasi liar, membungkuk di keramaian luar, bagai seekor katak di hadapan ular.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pagi dan Kampus Ceria

1 November 2016   11:24 Diperbarui: 1 November 2016   12:02 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="iouinjkt.weebly.com/faculties.html"][/caption]

 

Pagi agak buta. Cahaya matahari di ufuk timur masih seterang lilin di kegelapan kamar. Belum saatnya mungkin, yang mana peristiwa di mana sisi teratas matahari muncul di atas horizon timur sana, terlihat sangat menyenangkan. Apalagi warna twilight itu (cahaya matahari yang terlihat mulai akhir senja, hingga fajar) indah sekali. Tapi sepagi buta itu, anak-anak di kota kami sudah bersiap untuk menuntut ilmuNya. Beramai-ramai dengan teman dekatnya. Menunggu angkutan umum di pinggir jalan. Memainkan keybord handphonenya; mengusir kegundahan. Ada pula yang bermain dengan buku bacaannya, sedikit-sedikit tertawa, sedikit-sedikit serius. Asyik betul. Aku pun tak mau kalah. Dengan niat baik pula, menuntut ilmuNya. Kuawali dengan mengucap asmaNya, berharap mendapat berkah dariNya. Sepanjang perjalanan, aku terus membayangkan hal-hal yang kelak terjadi di kelas nanti. Berangan-angan. Anak tangga sudah kudaki satu-persatu. Tas pundakku terguncang kiri-kanan mengikuti irama langkahku. Sebanyak lima puluh anak tangga kulewati sudah untuk sampai ke lantai tiga. Lelah memang, tapi ilmu yang menungguku di balik pintu tidak mengenal kata lelah, begitupun teman-temanku. Pintu berwarna kecokelatan kubuka. Decitan khasnya berbunyi. Aku melongok ke dalam, memastikan dosen belum sampai. Dan ternyata kursi mulia satu-satunya di depan masih terlihat kosong. Syukurlah. Pukul delapan lewat lima belas menit, namun dosen belum juga datang. Nah, biasanya "fenomena" ini digunakan sepenuhnya oleh teman-teman perempuanku untuk menggosip, dan kami para lelaki biasanya mulai membully Acep. Nah dia adalah sahabatku yang selalu siap untuk dibully bagaimanapun kondisinya. Sampai ada dosen sekalipun dia tetap siap dibully. Pukul delapan lebih tiga puluh menit. Dosen belum juga tiba, padahal sudah melebihi waktu kesepakatan, 8.00. kami hampir menghabiskan waktu hanya saling membully dan menggosip, namun kebahagiaan kami pupus ketika pintu kecokelatan itu berdecit. “Assalamualaikum…” sapa seorang paruh baya berkacamata besar. Tubuhnya tegap, kelihatannya beliau bersabuk hitam.  “Waalaikum salam, Ustadz.” Begitu kami membalasnya. Basa-basi pun sontak keluar dari mulutnya, meminta maaf karena keterlambatannya. Karena inilah, itulah, beginilah, begitulah. Kami yang mendengar berdengung “ooh” saja sambil mengangguk-angguk. Ah masa bodoh lah!  “Silahkan yang persentase hari ini maju,” celetuk dosen kami. Memperbaiki duduknya. Mengistirahatkan bahunya.  Tubuh besar nan tinggi langsung bangkit dari duduknya. Namanya Babay, dia sang pembelajar hari ini. Begitu kami mencapnya.  Setelah berbicara panjang lebar sampai dosen pun “geli” mendengar Babay bersuara, tibalah sesi tanya jawab dibuka. Kukira banyak yang bertanya karena penjelasan tadi kurang dipahami, namun semua terdiam, sunyi, mungkin suara semut sedang bercakap pun terdengar di pojok kelas. Jam di dinding kelas sudah menunjuk arah sepuluh lewat tiga puluh menit. Kurasa sebentar lagi cerocosan dosen akan berakhir. Kami kelas bahasa arab, jadi semua perbincangan menggunakan bahasa arab, begitupun kata pengantarnya. Ada yang mengerti, ada pula yang tidak. Biasanya itu tergambar di mukanya. Lihat saja, seperti sebagian temanku yang malah asyik di dunia mimpinya. Dan akhirnya, dosen pun menyerah dan keluar. Yeeey, kelihatannya sebagian teman-temanku senang, apalagi yang asyik tidur, sontak ia terbangun. Bak mendengar namanya dipanggil untuk mengambil hadiah undian Bank. Eh kok bisa? Malah kantuknya hilang seketika. Hadueh! 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun