Mohon tunggu...
RedyAl Musyaa
RedyAl Musyaa Mohon Tunggu... Guru -

Seorang hamba dengan imajinasi liar, membungkuk di keramaian luar, bagai seekor katak di hadapan ular.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Yuk Putus Hubungan!

9 Juni 2017   01:36 Diperbarui: 5 Juli 2017   13:27 479
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://kelascinta.com

"Heheh, insyaa Allah. Kita berdoa saja untuk masa depan itu. Ingat, Allah yang mengatur semuanya. Yah hanya dengan berdoa saja yang terbaik. Kita hambanya kok,” balasnya santai namun pasti.

Yah malam itu sebuah janji mulia terikrarkan. Memilih untuk berpisah dan bertaubat dengan sebenar-benarnya taubat; nasuha. Berjanji untuk menggapai impian mereka bersama, lalu menuju ke jenjang hubungan yang diridhoi Allah.

Dua jam sebelumnya...

Pukul lima lewat tiga puluh menit. Awan terlihat pucat. Angin menggebu-gebu. Pepohonan mengeluarkan bunyi akibat gesekan angin. Dua pasangan duduk bersampingan terlihat asyik mengobrol. Di sekitarnya banyak pula orang yang sedang berduaan dengan kekasihnya. Asyik betul mereka ini. Sepertinya Syaitan girang tak ketulungan melihat pemandangan ini.

Di suatu tempat terlihat pula dua pasangan yang bukan muhrim dukuk berdekatan. Sangat dekat malah; bersentuhan sudah. Tertawa lepas bak menonton komedian ternama. Saling suap-menyuap cemilan yang baru mereka beli. Namun, seketika laki-laki berambut cepak itu menunduk. Pacarnya sontak terheran.

"Ada apa, kak?”

“Cemy... kaka ingin ngomong sesuatu.” Ia menatap dalam kekasihnya itu. “Semalam selepas kakak membaca surahYaasiin, tiba-tiba terbesit di pikiran kakak bahwa apa yang kita lakukan selama ini itu sia-sia. Malah menambah murka Allah.” Ia tertunduk lagi.

Mimik keheranan memenuhi wajah gadis lugu di sampingnya itu. Kenapa ia harus mendengar ucapan itu? Baru saja mereka tertawa bersama. Kenapa harus tiba-tiba? Apa itu hanya alasannya semata untuk memutuskannya lalu mencari perempuan lain?

Angin semakin menderu tak karuan. Pohon-pohon menari karena terpaksa. Satu dua kilat sudah menunjukkan kehebatannya. Guntur pun tak mau kalah.

“Maaf kakak berbicara seperti itu. Kaka selalu teringat akan dosa, Dek!” laki-laki itu mengepalkan kedua tangannya.

Yang diajak berbicara masih terdiam. Mungkin masih belum bisa mencerna kejadian tak terduga itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun