Mohon tunggu...
RedyAl Musyaa
RedyAl Musyaa Mohon Tunggu... Guru -

Seorang hamba dengan imajinasi liar, membungkuk di keramaian luar, bagai seekor katak di hadapan ular.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sebuah Kartu dan Waktu yang Berlalu

31 Oktober 2016   14:50 Diperbarui: 31 Oktober 2016   15:05 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Jam terasa lewat begitu saja, tanpa pamit ataupun permisi, dari jam segini sampai jam segitu; lewat begitu saja!

Tak terasa sudah subuh. Suara adzan saling bersahutan. Memanggil. Satu dua langkah-langkah "malaikat" sudah tersengar. Yahh... terpaksa kami harus menghentikan kagiatan kami yang "tak bermanfaat ini". Menggulung “tangan” satu persatu. Ah, padahal kami masih ingin bermain.

Tapi mengapa waktu harus lewat begitu saja? Kami butuh waktu lebih lama lagi. Jika menungkinkan, kami ingin waktu itu terhenti. Detikan yang membuat peluh jatuh tak terdengar, ataupun jam weker pengingat subuh tak berdering lagi.

Adalah satu kegiatan dan membuat itu terjadi. Kegiatan yang dapat mempersihlakan waktu berlalu saja. Satu putaran tak cukup, Cuy buat mendapat esensi dari permainan itu sendiri. Berkali-kali kami bergantian mengocok kartu. Terus tergocok. Yang kalah disuruh jongkok dan memakai helm.

Helm? Woyyy ini sudah tengah malam! Di sebuah kamar sempit nan bau rokok, ada seseorang yang bak tukang ojek bermain kartu. Aneh bukan? Yah begitulah kami. Ada saja ide gila itu. Kami suka hal yang berbeda. Bosan dengan hal monoton.

Malam itu terasa buat kami seutuhnya. Tak peduli dengan godaan "kantuk" yang menyerang. Itu malam kami. Sebuah moment yang langka terjadi. Sahabat-sahabatku baru bisa kumpul malam itu. Mereka semua telah sukses bekerja. Nah aku? Aspeng. Itu gelar yang diberikan sahabat-sahabatku bagi mahasiswa DO sepertiku. Asli Pengangguran.

Yahh, apalah itu. Tapi kesolidan kami tak tertandingi, Cuy. Dengan permainan ini, semua terasa lengkap untuk mencurahkan kerinduan satu sama lain.

Aku merindukan moment itu lagi. Kini, kartu itu kusam di atas rak buku, menguning di makan zaman. Terbengkalai. Rindu akan kocokan super temanku bernama Syarif, kocokannya bagai nona-nona Customer Service di meja bank. Lincah sekali.

Aku mohon... terulanglah wahai waktu! Tapi apakah akan seindah moment kemarin? Apakah situasi dan kondisi sama seperti kemarin? Aku harus menerima itu. Waktu harus berlalu; mungkin kegiatanku yang membosankan ini pun akan berlalu.

Sahabat… terima kasih atas moment itu. Walau waktu tak bisa kembali, namun apa yang telah kalian berikan saat itu sedikit banyak membantuku merubah pola pikirku sekarang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun