Mohon tunggu...
Radityo Kusumo
Radityo Kusumo Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Ilmu Komunikasi

Hanya seorang mahasiswa yang sedang belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Politik "Sikut-sikutan"

23 Mei 2019   21:59 Diperbarui: 23 Mei 2019   22:10 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tahun 2019 merupakan tahun yang cukup bersejarah di Indonesia. Di tahun 2019 tepatnya pada tanggal 17 April diadakan pemilu secara serentak yang sudah menjadi tradisi 5 tahun sekali demi menjaga tetap berjalannya demokrasi di negri ini. 

Pemilu 2019 terdapat dua pasangan calon presiden yaitu, pasangan calon presiden Joko Widodo dan calon wakil presiden Ma`ruf Amin dan pasangan calon presiden Prabowo Subianto dan calon wakil presiden Sandiaga Salahuddin Uno. Namun, dalam pemilu tahun 2019 terjadi sebuah fenomena unik dimana timbulnya sifat fanatisme yang sangat berlebih baik dari pelaku politik maupun supporternya. 

Fanatisme ini berlaku hampir diseluruh lapisan masyarakat dan melalui berbagai media, baik media massa maupun media sosial. Tidak luput aktivis yang bernama Eggi Sudjana yang merupakan Presiden Perkumpulan Pengusaha Muslim Indonesia (PPMI). 

Beliau merupakan salah satu aktivis yang terdapat di dalam tim sukses pasangan calon presiden dan wakil presiden nomer urut dua. Nama belliau seketika kembali eksis setelah beliau menyampaikan pidato yang sangat eksentrik setelah hari pemilihan umum dilaksanakan.

Beliau diduga melakukan kasus makar disaat berpidato di tempat Badan Pemenangan Nasional yang berada di jalan Kartanegara, 17 April 2019. Dilansir dari tempo.co berikut merupakan isi pidato yang disampaikan Eggi Sudjana:

"...Terus semua kecurangan ini diakumulasi. Saya dengan tadi insya Allah setelah jam 7 jam 8 akan diumumkan secara resmi apakah betul ada kecurangan yang serius maka analisis yang sudah dilakukan oleh pemimpin kita juga bapak Prof. Dr Amien Rais, kekuatan people power itu mesti dilakukan. Setuju? Berani? Berani?

Kalau people power itu terjadi, kita tak perlu lagi mengikuti kontek-kontek tahapan tahapan. Karena ini udah kedaulatan rakyat. Bahkan ini mungkin cara dari Allah untuk mempercepat Prabowo dilantik. Tidak harus nunggu 20 Oktober. Inilah kekuatan people power Insya Allah.

Tapi kita berharap tetap persatuan indonesia harus dijaga. Tidak boleh kita pecah antar bangsa."

Seruan people power tersebut membuat beliau di gugat oleh relawan Jokowi-Ma`ruf Amin Center (Pro Jomac) dalam gugatan tersebut Eggi dikenakan Pasal 107 dan 110 juncto pasal 87 KUHP tentang tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara/makar dan atau menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan yang dapat menimbulkan keonaran di kalangan masyarakat dan atau menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berlebihan atau yang tidak lengkap. 

Sehingga, dapat disimpulkan jika kegiatan sikut menyikut dalam praktik politik di Indonesia amatlah sering terjadi. Kegiatan sikut menyikut ini jelas melanggar etika komunikasi politik, menurut Wyne, A.R terdapat tiga dimensi dalam komunikasi politik yang dibentuk melalui dinamika perpolitikan. 

Pertama, adalah tujuan politik yang dirumuskan untuk mencapai masyarakat yang damai dan sejahtera, yang di dasarkan asas kebebasan dan keadilan. Kedua, adalah pemilihan sarana pencapaian tujuan politik, meliputi tatanan politik; sistem dan prinsip dasar pengorganisasian penyelenggaraan institusi dan negara. Ketiga, adalah aksi politik, menyangkut rasionalitas pelaku politik, baik dalam tindakan yang etis maupun secara moralitas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun