Mohon tunggu...
Muhammad radifanfarhani
Muhammad radifanfarhani Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa FK UIN Maliki Malang

Mahasiswa yang sekedar ingin menyalurkan hobi menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Memonopoli Masa Depan

26 Agustus 2020   09:30 Diperbarui: 26 Agustus 2020   09:32 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan Tinggi Sebagai jalan Untuk Menapaki Masa Depan (tirto.id)

Rasa khawatir bisa jadi salah satu fitur psikologis manusia yang sangat sulit dipisahkan dari pikiran sebagian besar manusia. Rasa khawatir ini mungkin berkembang sebagai salah satu cara manusia pada awalnya untuk bersikap waspada terhadap berbagai hal disekitarnya yang bisa membahayakan hidupnya, namun fitur psikologis ini makin lama makin merepotkan ketika interaksi sosial antara orang ke orang semakin kompleks. Kita menjadi khawatir atau bahkan takut menghadapi sutau hal yang sangat tidak pasti , yaitu MASA DEPAN.

Rasanya aneh ketika kita merenungkannya dengan tenang, bagaimana kita bisa begitu khawatir tentang sesuatu yang sangat tidak pasti, dan hal ini diperparah dengan hilangnya kebahagiaan kita, rasa percaya diri kita, yang berujung pada munculnya depresi pada diri kita, baik yang ringan sampai pada kondisi berat. Rasa khawatir ini diperparah dengan standar masyarakat yang seperti membatasi mau jadi seperti apa kita nantinya.

Mungkin mengunakan kata "monopoli" sepertinya relevan dengan kondisi sosial masyarakat kita saat ini, seolah-olah mendefinisikan orang yang sukses, orang yang berhasil, orang yang berbahagia itu harus seperti ini, dan standar yang dibentuk ini ternyata sangat berkaitan dengan aspek materialistis. 

Segalanya dipandang hanya berdasarkan berapa pengahsilan yang sudah didapatkan, sudah memiliki tempat tinggal sendiri atau belum , kendaraan apa yang dipakai, dan berbagai aspek ,materialistis yang lain. Tentu setiap dari kita ingin menjadi pribadi yang bahagia dimasa depan, namun apakah standar seperti itu menjamin kebahagiaan kita dimasa depan?

Seperti layaknya standar pada umunya, bukankah harus dipenuhi untuk mencapai suatu tujuan yang kita harapkan, namun ketika standar itu begitu mengikat supaya tujuan itu tercapai, bukankah setiap dari kita menjadi terikat pada standar tersebut. Lalu , ketika standar itu tidak tercapai kita merasa memilki masa depan yang gagal, masa depan yang suram, masa depan yang tidak bahagia. 

Mindset ini begitu kuat melekat sehingga kita mati-matian memperjuangkan sebuah masa depan yang bahkan bukan berasal dari rancangan kita sendiri. Akhirnya standar ini begitu MEMONOPOLI mengenai bagaimana masa depan kita mau seperti apa.

Tidak usah berbicara tentang masyarakat, bahkan orang tua kita seringkali membebankan standar ini pada anaknya sendiri. Menghakimi rencana masa depan kita seakan-akan sudah mengetahui tentang apa yang akan terjadi dimasa depan, bermain sebagai peramal dan memaksakan ramalannya pada jalan yang akan kita tempuh. 

Namun perlu diketahui bahwa sikap orang tua yang seperti itupun bukan semata-mata hanya memaksakan kehendaknya saja, namun orang tua kita pun juga khawatir akan masa depan anaknya dan merencanakan masa depan anaknya berdasarkan apa yang telah dia lalui dan diketahuinya, namun satu hal yang perlu diketahui adalah masa depan itu sendiri sangatlah dinamis, kita hanya bisa meraba dan menebak-nebak, barangkali masa depan yang dihadapi orang tua kita bisa jauh berbeda dengan masa depan yang akan kita hadapi.

Kita layak untuk mendapatkan hak dalam menentukan masa depan dan standar kebahagiaan kita sendiri, jangan biarkan orang lain memonopoli seperti apa standar masa depan yang harus kita gapai, jangan sampai terbentuk mindset mengenai masa depan kita yang bukan dari diri kita sendiri karena mindset yang dipaksakan tersebut akan membebani kehidupan kita, bersikap produktif karena terpaksa atau lebih buruknya menjadi produktif hanya karena pengaruh orang lain.

 Lakukanlah sesuatu yang membuat diri kita berkembang dan bahagia, produktiflah karena keinginan dirimu sendiri, jangan biarkan diri kita "terdikte" oleh cara berpikir orang lain. Pada akhirnya kita pasti akan menggapai kebahagiaan dimasa depan kita masing-masing, bukan dimasa depan kebanyakan orang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun