Mohon tunggu...
Muhammad radifanfarhani
Muhammad radifanfarhani Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa FK UIN Maliki Malang

Mahasiswa yang sekedar ingin menyalurkan hobi menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Content Creator: Antara Popularitas dengan Kualitas

4 Agustus 2020   10:55 Diperbarui: 4 Agustus 2020   11:06 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok: Youtube/duniamanji

Belakangan ini banyak artis-artis Indonesia yang mencoba peruntungan sebagai Content Creator diberbagai media maupun platform. Biasanya berupa vlog, tutorial atau bincang-bincang santai dengan berbagai narasumber. Menggunakan media youtube maupun podcast untuk tempat publikasi karyanya. 

Para artis ini menggunakan popularitas nama panggungnya untuk menarik perhatian masyarakat agar mengapresiasi karya-karyanya. Bukan sebuah hal yang salah mengingat di era kebebasan seperti sekarang orang boleh saja mengutarakan opininya, tentu dengan etika yang baik dan tidak menganggu kebebasan orang lain dalam beropini. 

Menjadi menarik ketika kebebasan beropini dalam karya-karya content creator ini tidak diiringi kualitas yang cukup untuk menjadi asupan masyarakat

Kenyataannya, karya-karya dari para content creator dadakan ini bukan hanya bermasalah dikualitas yang cukup untuk konsumsi masyarakat, bahkan sering menyebabkan kontroversi serta kebingungan ditengah masyarakat, hal ini terjadi ketika konten yang telah dipublikasi itu menghadirkan pernyataan-pernyataan yang fakta dan kebenarannya tidak dapat dipertanggung jawabkan dan diperparah dengan menghadirkan narasumber yang tidak berkompetensi untuk berbicara mengenai konten yang dibahas. 

Tetapi kita dapat menilai bahwa content creator nampaknya seringkali mengikuti keinginan netizen dalam menentukan seperti apa konten yang akan dipublikasi. Mari kita bahas fenomena ini menggunakan beberapa kasus yang viral belakangan ini. 

Beberapa hari terakhir seorang musisi dan youtuber Erdian Aji Prihartanto atau yang biasa kita kenal sebagai Anji baru saja mem"publish" video youtube tentang penemuan serum antibodi Covid-19. 

Dalam video wawancara tersebut, Anji mengundang salah seorang akademisi bergelar profesor bernama Hadi Pranoto. Berikut salah satu video yang membahas tentang wawancara Anji dengan Prof Hadi Pranoto. 

Video wawancara ini secara umum membahas mengenai klaim serum antibodi yang menurut Prof Hadi Pranoto telah diberikan kepada ribuan pasien Covid-19 di Wisma Atlet, dengan lama penyembuhan 2-3 hari. Tentu klaim semacam ini cukup menggemparkan sekaligus memunculkan keraguan baik dari kalangan akademisi maupun masyarakat secara umum. 

Bahkan klaim dari Prof Hadi Pranoto tidak berhenti sampai disitu saja, dia juga mengatakan serum antibodinya sudah didistribusikan keseluruh pulau Jawan dan luar Jawa. 

Masyarakat menjadi semakin simpang siur mengenai klaim dan gelar Prof Hadi Pranoto, yang mengaku sebagai ahli mikrobiologi namun dalam riwayat akademiknya tidak menunjukkan dia telah menjalani pendidikan yang berkaitan dengan mikrobiologi.

Menurut dosen dan peneliti di Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada dr Mohamad Saifudin Hakim mengatakan bahwa klaim dari Prof Hadi Pranoto tersebut meragukan. 

Salah satu hal yang menurutnya meragukan adalah penelitian virus di Indonesia hanya terdapat dilaboratorium tertentu dengan tingkat keamanan yang sangat ketat, kemudian menjadi pertanyaan dimanakah Prof Hadi Pranoto melakukan penelitiannya

"Labnya (dia) itu di mana? Tidak bisa meneliti virus cuma di dapur, atau di bengkel. Tidak seperti itu. Orang meneliti virus kan harus di lab dengan tingkat keamanan yang sesuai, itu kalau dia mau patuh terhadap Undang-Undang. Tidak mungkin kita meneliti virus berbahaya, apalagi selevel SARS atau MERS yang itu adalah patogen," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Minggu (2/8/2020).

Sumber.

Menurutunya tidak mungkin seseorang tiba-tiba dapat menemukan serum antibodi tanpa penelitian panjang dan fasilitas yang memadai, dan Anji sebagai orang yang mengundangnnya tidak melakukan crosscheck terhadap latar belakang dari Prof. Hadi Pranoto yang berakhir pada wawancara yang membingungkan masyarakat, apalagi ditengah masa pandemi seperti ini yang terdapat banyak sekali berita simpang siur yang beredar diberbagai sosial media dan menjadi konsumsi orang banyak.

Perlu ditekankan bahwa dalam membuat konten tentu sangat perlu diperhatikan mengenai sumber konten, kredibilitas narasumber serta kualitas konten yang disampaikan, contoh diatas hanyalah sebagian kecil dari banyak kejadian "blunder" content creator yang akhirnya berujung dengan berbagai kecaman masyarakat terhadap konten yang telah di"Publish". 

Diluar hal itu kita sebagai masyarakat juga harus lebih meningkatkan kemampuan literasi sehingga dapat memilah dan memilih konten mana yang memang berkualitas atau konten yang hanya sekedar mencari sensasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun