Mohon tunggu...
Bagus K. Anand
Bagus K. Anand Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Mahasiswa, penikmat kopi, perokok pasif, pecinta reggae, penghobi ngartun, pecinta damai. bagus.k.anand@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Naik Gunung? Ndeso atau Keren?

10 Oktober 2015   23:11 Diperbarui: 23 Oktober 2015   13:56 405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

   Tren gaya hidup satu ini sedang marak di kalangan pemuda, yakni “naik gunung”. Kedengarannya memang lucu, aneh, Kenapa kok gunung dinaiki ? Ada apa dengan gunung ? Memang gaya hidup satu ini menarik pro dan kontra diantara masyarakat mulai dari generasi tua, generasi muda, kalangan atas, kalangan bawah. Bahkan saat ini para pemuda sedang berlomba-lomba mencari “Foto Profil” dengan background gunung yang mereka anggap keren kalau sudah naik gunung. Tapi hal ini bukan menjadi sebuah masalah, yang menjadi masalah adalah sampah yang selalu tercecer akibat para pendaki dadakan ini. Mengapa judul post ini "Naik Gunung ? Ndeso..." ? Jawabannya ada tersirat dan tersurat dalam post ini. Bukan dengan maksud menyindir para pendaki, tapi dengan maksud menyindir pendaki ndeso yang cuma penikmat alam tanpa menjadi penjaga kelestarian alam.

Naik gunung pada awalnya dicetuskan oleh beberapa kelompok pecinta alam seperti Wanadri, Mapala UI dll. Pada awal mulanya, kegiatan naik gunung adalah suatu olahraga ekstrem yang bersahabat dengan alam.

“Kami jelaskan apa sebenarnya tujuan kami. Kami katakan bahwa kami adalah manusia-manusia yang tidak percaya pada slogan. Patriotisme tidak mungkin tumbuh dari hipokrisi dan slogan-slogan. Seseorang hanya dapat mencintai sesuatu secara sehat kalau ia mengenal obyeknya. Dan mencintai tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat. Pertumbuhan jiwa yang sehat dari pemuda harus berarti pula pertumbuhan fisik yang sehat. Karena itulah kami naik gunung.”

Itulah sebuah catatan yang dikemukakan oleh Soe Hok Gie, salah satu pencetus “Mapala” di Universitas Indonesia. Catatan tersebut bisa mewakili jawaban dari mengapa naik gunung pada zaman dahulu/awal mula dibentuk. Hal ini tentu saja berbanding terbalik dengan makna naik gunung sendiri dikalangan pemuda pada zaman sekarang. Yang mana banyak diantara mereka yang naik gunung karena biar dibilang ganteng, keren dll. Dan juga tak jarang dari mereka yang katanya pecinta alam tidak bisa menjaga kelestarian alam dengan membuang sampah sembarangan. Sikap yang senonoh ini tentu saja tidak dilakukan oleh semua pendaki, karena terdapat beberapa pendaki yang memang mempunyai jiwa pecinta alam. Beda hal dengan pendaki musiman untuk cari kegantengan.

Bahkan banyak diantara pendaki yang mengaku ganteng tadi melakukan hubungan layaknya suami istri di Gunung. Hal ini tentu saja mengundang emosi bagi pendaki yang memang bukan pendaki abal-abal. Pada sejatinya, kegiatan naik gunung bukanlah kegiatan yang mempunyai tujuan biar ganteng. Akan tetapi kegiatan mendaki gunung adalah suatu ibadah untuk mendekatkan jiwa dan raga Kita kepada Sang Pencipta, bahkan banyak yang bilang bahwa naik gunung adalah kegiatan tafakur alam.

Demikian sekelumit rangkaian kalimat yang kurang penting didengar, tapi penting untuk dibaca (karena ini tulisan, bukan suara). Salam Lestari !!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun