"Saya mendidik generasi masa depan, tapi arah masa depan itu sendiri terus berubah."
Kalimat ini menggambarkan apa yang saya rasakan sebagai guru SMA yang sudah mengabdi sejak September 1999. Saya memulai perjalanan mengajar di tengah era Kurikulum 1994, saat Ebtanas masih menjadi raja. Kini, lebih dari dua dekade kemudian, saya masih berdiri di ruang kelas yang sama, tetapi menyaksikan sistem yang terus berubah---kadang maju, kadang terasa berputar kembali.
Dari Ebtanas ke TKA: Nama Boleh Berganti, Arah Tetap Mencari
Pada tahun 1999, saya dan rekan-rekan guru menghadapi Ujian Nasional dengan nama Ebtanas. Sejak saat itu, nama ujian berganti menjadi UAN, UN, ANBK, hingga kini muncul wacana tentang TKA (Tes Kemampuan Akademik). Meskipun namanya terus berubah, kegelisahan guru dan siswa tetap sama: sistem penilaian dan seleksi yang belum benar-benar menyentuh esensi pendidikan itu sendiri.
Pernyataan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu'ti, tentang TKA yang tidak wajib diikuti oleh semua siswa dan bukan penentu kelulusan menjadi langkah baru. TKA akan menjadi salah satu komponen dalam Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP), mencakup Bahasa Indonesia, Matematika, dan satu mata pelajaran pilihan sesuai dengan jurusan. Namun, bagi kami yang sudah lama mendampingi siswa SMA, TKA terasa seperti sebuah ulangan dari sistem lama yang hanya berganti nama.
Penjurusan: Kebutuhan Nyata atau Kembali ke Zona Nyaman?
Kurikulum Merdeka sempat menghapus klasifikasi jurusan dan memberikan kebebasan kepada siswa untuk memilih mata pelajaran lintas disiplin. Namun, kebebasan ini justru menimbulkan kebingungan di lapangan. Siswa merasa bingung, orang tua cemas, dan guru kerepotan dalam menyusun jadwal. Kini, pada tahun ajaran 2025/2026, kebijakan penjurusan akan kembali, menawarkan IPA, IPS, dan Bahasa sebagai peminatan utama di kelas XI.
Sebagai guru dan Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum, saya melihat bahwa kebutuhan akan penjurusan ini memang ada. Namun, waktu yang diberikan untuk mempersiapkannya sangat singkat. Hanya ada waktu Mei, Juni, dan awal Juli sebelum tahun ajaran baru dimulai. Kami harus melakukan: