Mohon tunggu...
Rachmat Satriyani
Rachmat Satriyani Mohon Tunggu... Lainnya - Department of Sharia Economic Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta

Student of Faculty of Economic and Business

Selanjutnya

Tutup

Money

Peluang, Tantangan dan Strategi Zakat Dalam Pemberdayaan Ekonomi Umat

9 Juni 2020   14:16 Diperbarui: 9 Juni 2020   14:16 802
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mengubah kehidupan dari  kemiskinan  menuju  pada  kehidupan  yang layak atau kehidupan yang serba kecukupan (mengubah mustahik menjadi muzaki), tidaklah semudah membalikkan tangan. 

Namun, harus ada berbagai cara atau strategi yang terencana dengan baik. Selain itu juga dibutuhkan skill serta Sumber Daya Manusia (SDM) yang memadai. 

Dua hal tersebut juga tidaklah cukup. Mengingat masyarakat tidak akan bisa menjalankan kewajibannya tanpa adanya lembaga juga peraturan-peraturan ataupun Undang-Undang (UU) yang bisa dijadikan payung hukum dalam menjalankan tugasnya.

Dalam hal ini pemerintah menaruh perhatian yang serius terhadap pelaksanaan zakat bagi umat Islam. Keseriusan ini bisa dilihat dari diterbitkannya UU No. 33 Tahun 1999 yang kemudian diperbarui dengan UU No. 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat. UU ini seterusnya menjadi payung hukum masyarakat dalam mengelola zakat bagi umat Islam. Dalam upaya optimalisasi sistem zakat sebagai salah satu proses redistribusi income, posisi amil dalam kelompok delapan asnaf memiliki peran yang luar biasa walaupun cukup unik. Artinya, bahwa sistem zakat akan banyak sekali mempunyai ketergantungan terhadap profesionalisme dari amil. Secara konsep dapat dipahami bahwa dengan semakin tinggi tingkat keprofesionalan amil akan semakin tinggi kesejahteraan para mustahik, khususnya amil, mengingat konsep fikih secara jelas menjelaskan bahwa hak mereka adalah 12.5% atau 1/8 dari harta terkumpul.

Pengelolaan zakat secara profesional memerlukan tenaga yang terampil, menguasai masalah-masalah yang berhubungan dengan zakat, seperti muzaki, nisab, haul, juga mustahik zakat itu sendiri. Selain itu pengelola zakat (amil) juga harus memiliki dedikasi yang tinggi dalam manjalankan tugasnya. Mengingat zakat merupakan ibadah sosial yang formal, terikat dengan syarat dan rukun tertentu.

Selanjutnya, amil zakat dalam hal ini adalah Badan Amil Zakat (BAZ) ataupun Lembaga Amil Zakat (LAZ) bisa dikatakan akuntabel jika memiliki beberapa pilar, yakni amanah, profesional, dan transparan. Amanah merupakan kunci utama jaminan kepercayaan masyarakat. Tanpa adanya sifat ini, kehancuran perekonomian akan segera nampak. Sikap amanah akan menunjukkan tingginya moral pengelola zakat sehingga BAZ/LAZ  akan dapat berjalan dan terus eksis di masyarakat. Namun, jika yang terjadi sebaliknya otomatis BAZ/LAZ akan hilang dengan sendirinya karena masyarakat sudah tidak lagi percaya. Profesional, efisiensi dan efektivitas manajemen memerlukan sikap profesional dari semua pengurus BAZ. Transparan, yaitu sistem kontrol yang baik akan terjadi jika jiwa transparansi dalam pengelolaan dana umat dilaksanakan. Kemudahan akses para muzaki untuk mengetahui bagaimana pentasarufan hartanya merupakan hal yang sangat urgen. Selain itu juga seoarang amil juga harus memiliki  leadership skill, manajerial skill, inovatif serta no profit motives.

Secara konsep, tugas-tugas amil adalah sebagai berikut. Pertama, melakukan pendataan muzaki dan mustahik, melakukan pembinaan, menagih,  mengumpulkan,  dan  menerima  zakat,  mendoakan   muzaki   saat menyerahkan zakat, kemudian menyusun penyelenggaraan sistem administrasi dan manajerial dana zakat yang terkumpul tersebut. Kedua, memanfaatkan data terkumpul mengenai peta mustahik dan muzaki, memetakan jumlah kebutuhannya, dan menentukan kiat pendistribusiannya. Pembinaan berlanjut untuk mustahik yang menerima dana zakat.

Tugas amil menurut fatwa MUI No. 8 Tahun 2011 tentang amil zakat antara lain sebagai berikut. Pertama, penarikan/pengumpulan zakat yang meliputi pendataan wajib zakat, penentuan objek wajib zakat, besaran nisab zakat, besaran tarif zakat dan syarat-syarat tertentu pada masing-masing objek zakat. Kedua, pemeliharaan zakat yang meliputi inventarisasi harta pemeliharaan, serta pengamanan harta zakat. Ketiga, pendistribusian harta, yang meliputi penyaluran harta zakat agar sampai kepada mustahik zakat secara baik dan benar, dan pelaporan.

Hal yang tidak kalah pentingnya dalam memaksimalkan fungsi zakat adalah bagaimana bentuk pembagian zakat tersebut kepada yang berhak yakni kepada delapan asnaf. Sejak dahulu pemanfaatan zakat dapat digolongkan menjadi empat bentuk, yaitu sebagai berikut.

Bersifat konsumtif tradisional, yaitu proses di mana pembagian langsung kepada para mustahik.

Bersifat konsumtif kreatif, yaitu proses pengonsumsian dalam bentuk lain dari barangnya semula, seperti diberikan dalam bentuk beasiswa, gerabah, cangkul, dan sebagainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun