Mohon tunggu...
Rachmat Hidayat
Rachmat Hidayat Mohon Tunggu... Sejarawan - Budayawan Betawi

a father, batavia, IVLP Alumni 2016, K1C94111, rachmatkmg@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ujaran yang Melegenda, dari Revolusi-nya BK hingga JKW

8 Desember 2016   11:28 Diperbarui: 8 Desember 2016   12:21 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Entah karena saya yang kurang gaul sehingga tidak tahu ada kata-kata ini sebelumnya atau memang kata-kata ini lahir baru saat sekarang saja. Pastinya, selepas perhelataan Pilpres 2014, kata-kata: Move On, Hater dan Lover, hingga yang paling fenomenal yakni, “nyinyir”merajai jagat sosmed di tanah air.

Bicara mengenai ujaran/kata yang melegenda, saya ingin bercerita. Jauh sebelumya, pada masa Bung Karno (BK), ada kata-kata dan jargon-jargon yang kerap digunakan dan sangat populer dimasanya, seperti: Revolusi; Ganyang; Seret; Phobia; Gantung, dan sebagainya. Ihh.. rada serem juga bila kata-kata itu di terapkan pada konteks sekarang ini. Namun harap maklum, saat itu kita masih berada pada puncak masa aksi revolusioner, zaman komprontasi. Dan revolusi 45, meski baru saja usai, tapi masih berasa hangat. Jadilah tahun 50 dan 60-an jagat ujaran dan jargon dipenuhi dengan kata-kata diatas. Orang yang hidup pada masa itu tentu masih ingat, siapapun yang  tidak sejalan dengan kebijakan mendukung politik Bung Karno maka ia akan di cap anti revolusi.

Era pun berubah. Pada zaman Pak Harto, kata-kata yang sering dipakai tak jauh dari kata atau jargon Orde Baru dan pembangunan. Era pak Harto sengaja mem-potitioning-kan pemerintahannya sebagai Orde Baru, sebagai koreksi dari Orde Lama. Kata Orde ini sengaja disematkan dan dipopulerkan untuk membedakan masa atau era peralihan dari rezim sebelumnya yang digambarkan selalu mengedepankan semangat revolusioner ke era baru dengan semangat dan visi pembangunan.

Nah, karena orde ini di-konstruksisebagai koreksi terhadap orde sebelumnya, maka kalimat sakti yang sering diucapkan para pejabat masa Pak Harto adalah: “Melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekwen”. Pada setiap temu wicara dan pertemuan-pertemuan antara pejabat dan rakyat, selalu diselipkan kalimat itu. Kalimat itu juga menjadi kalimat wajib yang haris disampaikan penatar pada kegiatan-kegiatan penataran, seperti P4, BP7 atau seminar dan indoktrinasi yang gencar dilaksanakan saat itu. Ibarat garam yang harus selalu ada sebagai penyedap makanan, maka kalimat itu harus ada pada setiap pidato atau sambutan pejabat negara.

Oh ya, selain kalimat itu, ada pula seorang pejabat yang sering tampil di TVRI --satu-satunya TV pada masa itu--, yg saking patuh dan hormatnya pada Pak Harto selalu menyelipkan kalimat: “Atas petunjuk bapak presiden”, sebagai pembuka kalimat sebelum Pak Menteri ini menyampaikan pengumuman-pengumuman resmi kenegaraan.

Cukup 32 tahun kita dicekoki kalimat bernuansa pembangunan. Nah, beranjak ke zaman reformasi, atau peralihan dari Pak Harto ke Habibie dan Gus Dur, muncullah beberapa kata sakti yang berseliweran, yakni; Reformasi; KKN; Korupsi; Kroni; Kolusi; Nepotisme, dan semacamnya. Kata-kata ini semacam stempel dan tanda bahwa di era itu pelaksanaan dan pemurnian cita-cita reformasi yang digaungkan oleh mahasiswa akan di laksanakan secara menyeluruh.  

Yang menarik pada masa kepemimpinan Gus Dur ialah, muncul ucapan yang khas dari mulut sang Kyai ini dan akhirnya menjadi viral di masyarakat. Ujaran ini dicetuskan ketika menghadapi permasalahan rumit, namun harus disikapi dengan nyantai, yakni; “Gitu aja kok repot.” Tampaknya, lantaran jengkel dengan warisan yang buruk itu, Gus Dur, saat memberikan arahan kepada para menterinya, yang sepertinya masih terbawa kultur birokrasi Orde Baru, dengan nyantainya selalu berucap; Gitu aja kok repot. Harap maklum, Orde Baru baru saja tumbang. Dan, salah satu warisan yang masih tersisa adalah birokrasi yang ruwet. Segalanya serba lama dan sulit. Yang seharusnya mudah, masih saja dibuat susah. 

Nah, dimasa SBY lain lagi. Seingat saya ujaran yang kerap di kemukakan oleh SBY dan para punggawanya adalah: “Lanjutkan!” Ini merujuk pada term atau periode kepemimpinan beliau yang dicitrakan sukses di periode pertama dan akan berlanjut ke etape kedua.

Selepas SBY, tibalah kita memasuki masa yang penuh dengan keanehan dan keunikan. Keanehan-keanehan selalu muncul. Ucapan pejabat dan pemimpin tak ada yang bisa dipegang. Hari ini bilang A, bulan depan berubah menjadi B.  Sama dengan era Bung Karno, zaman presiden sekarang, kata “Revolusi” menjadi kata yang sakti. Namun bedanya, kata ini selalu disandingkan dengan mental, jadilah Revolusi Mental. Indoktrinasi dan kegiatan pemerintahan selalu menyelipkan kata revolusi mental sebagai tema atau subtema dari suatu kegiatan. Bahkan, tata cara dan mode berpakaian-nya pun mengalami revolusi.

Begitulah, tiap masa dan tiap rezim selalu mempunyai kalimat, ujaran, dan kata yang populer dimasanya. So, tulisan ini mungkin bisa dimaknai NYINYIR bagi hater/lover’s Si Anu. Yang pasti, Hater’s dan Lover’s berhak mempersepsikannya. Halahhh apa lagi, heheh..

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun